Nasib Pangan Alternatif dalam Hegemoni Sawit: Pesan dari Diskusi Publik ELSAM

395 Views

Penulis: R. Giring | Foto: ELSAM | Editor: R. Giring

Pontianak, KR Dalam  rangka diseminasi temuan terkait pangan alternatif di wilayah terdampak perkebunan kelapa sawit di Kalbar, maka, beberapa waktu lalu, Sabtu (21/4/2025), ELSAM menggelar beberapa kegiatan di Pontianak, Kalbar.

Di antaranya, dengan mengusung tema “Pangan Alternatif dalam Hegemoni Sawit”, ELSAM menggelar Diskusi Publik di Ruang Teater 2 Gedung Konferensi Untan, Pontianak. Tiga pemantik diskusi dihadirkan yaitu Maulisa dari Perkumpulan Gemawan, Adzkar Ahsinin dari ELSAM, Jakarta, dan R. Giring dari Pusat Dayakologi.

Baca juga: https://kalimantanreview.com/berlawan-di-tengah-krisis-iklim-dan-bencana-ekologis-walhi-kalbar-laksanakan-konsultasi-daerah-lingkungan-hidup/2/

Beberapa catatan penting dapat dipaparkan di sini. Di antaranya, di isu HAM dan bisnis dalam industri kelapa sawit, ditekankan pentingnya memperhatikan dan mewujudkan keseimbangan keberlanjutan ekonomi, sosial, dan ekologi. Sayangnya, sektor perkebunan kelapa sawit tak luput dari berbagai persoalan. Menurut Adzkar Ahsinin, peneliti ELSAM, tidak hanya konflik, perkebunan monokultur: sawit di Kalimantan Barat juga menghasilkan dampak terhadap lingkungan dan pangan.

Adzkar Ahsinin, peneliti ELSAM memaparkan hasil penelitian ELSAM pada Diskusi Publik dan Peluncuran Buku yang digelar ELSAM & Tribun Pontianak bertema “Pangan Alternatif dalam Hegemoni Sawit” di ruang Teater 2, Gd. Konferensi Untan, Pontianak, Senin (21/4/2025).

“Masyarakat yang bergantung pada ekosistem lingkungan baik hutan dan ladang untuk mendapatkan sumber makanan seringkali menghadapi konsekuensi seperti terancamnya sumber penghidupan, ketahanan pangan, hingga kesehatan. Padahal, hak atas pangan merupakan salah satu hak ekonomi, sosial, dan budaya yang paling mendasar,” papar Aszkar, yang mempresentasikan topik “Pelokalan Bisnis dan HAM dalam Konteks Hak atas Pangan melalui Pendekatan Keadilan Epistemik”.

Beberapa tahun belakangan ELSAM intens mendukung isu bisnis dan HAM di perkebunan kelapa sawit. Aszkar mengatakan, hal tersebut dilakukan di Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua, dan Papua Selatan karena wilayah-wilayah tersebut merupakan salah satu pemasok produksi sawit terbesar dan terluas sekaligus dengan intensitas eskalasi konflik yang tinggi.

108 Konflik Agraria di Sektor Kebun, 88 di Antaranya di Kebun Sawit

Berdasarkan data dari United States Department of Agriculture (USDA), Indonesia memasok 59 persen produksi minyak sawit dunia. Ini setara dengan 45,5 juta ton per tahun – sejalan  dengan luasan kebun kelapa sawit. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit mencatat pada 2022, luasan perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia mencapai 16,8 juta hektar.

Baca juga: https://kalimantanreview.com/walhi-kalbar-menilai-sgar-pt-borneo-alumnia-indonesia-adalah-ambisi-jokowi-yang-membahayakan-ekosistem-sungai-kunyit/

Meskipun produksi sawit memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani, kontribusi pada sektor tenaga kerja, serta peningkatan pendapatan daerah, tapi dampak negatif yang ditimbulkannya tidak dapat disepelekan. Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) tahun 2023, disebutkan ada 108 konflik agraria di sektor perkebunan dengan 88 kasus di antaranya terjadi di perkebunan sawit. Konflik tersebut berdampak terhadap 7.778 korban dengan luas lahan mencapai 103.113 hektar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *