Kalbar Darurat Bencana Ekologis, Walhi: Lawan Perusakan Alam


Teks: Rilis Media Walhi Kalbar | Foto: Sekretariat WKB | Editor: R. Giring
Pontianak, KR – Pada Hari Bumi 2025, Walhi Kalimantan Baratmenggelar diskusi bertema “Earth Day: Kalimantan Barat Darurat Bencana Ekologis”. Diskusi melibatkan jejaring komunitas, mahasiswa, media, dan aktivis lingkungan yang berbagi pengalaman lapangan serta analisis akar penyebab krisis ekologis di Kalbar dilakukan di Sekretariat Walhi Kalbar, Kompleks Untan, Jl. MH. Thamrin,Pontianak, Senin (28/4/2025).
Provinsi Kalbar yang dikenal sebagai provinsi seribu sungai ini terus menghadapi eskalasi bencana ekologis. Bencana ekologis diakibatkan oleh kegiatan investasi sehingga berdampak pada perusakan lingkungan yang masif dan sistematik.
Walhi mencatat, sepanjang tahun 2024, Kalbar telah kehilangan tutupan hutan seluas 39.598 hektar karena imbas dari ekspansi industri ekstraktif, di antaranya industri perkebunan sawit, pertambangan, dan proyek-proyek skala besar yang rakus ruang.
Menurut Kadiv Kajian dan Kampanye Walhi Kalbar, Indra Syahnanda, deforestasi yang terjadi bertubi-tubi turut menghancurkan kawasan ekosistem gambut, sehingga mempercepat laju perubahan iklim. Perubahan iklim, lantas memicu bencana ekologis yang terus berulang di Kalimantan Barat.
Indra menambahkan, di momen Hari Bumi 2025 yang bertema “Our Power, Our Planet” tersebut, Walhi Kalbar mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bangkit bersatu dan menjadi bagian dari perubahan. Menyelamatkan bumi berarti menyelamatkan masa depan.

“Banjir besar telah melanda sembilan daerah kabupaten dan kota, termasuk Pontianak, Kubu Raya, Sanggau, Sintang, Landak, Bengkayang, Sekadau, Ketapang, dan Kapuas Hulu. Karena ketinggian airnya mencapai 1 hingga 3 meter, banjir besar ini menimbulkan kerusakan infrastruktur, merusak lahan pertanian rakyat, dan mengganggu aktivitas ekonomi serta sosial masyarakat. Di sisi lain, kebakaran hutan dan lahan di kawasan gambut telah menyebabkan kualitas udara memburuk secara drastis, memperburuk kondisi kesehatan, utamanya bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Walhi Kalbar mencatat ada 778 titik hotspot yang tersebar di wilayah Kalbar, kecuali Kota Singkawang dan Pontianak,” beber Indra.
Tolak Pembangunan PLTN