Manamburau: Tradisi Melayat Orang Meninggal pada Masyarakat Adat Dayak Jalai

3.175 Views

Penulis: Manuk Kitow & Giring | Foto: Darmono | Editor: Giring

Pangkalan Pakit, Ketapang, KR—Panas matahari siang itu terasa menyengat. Rabu (23/3/2022), dari Tanjung penulis dan 3 rekan aktivis GemalaK menuju Desa Pangkalan Pakit berjarak sekitar 3 kilometer.

Ini adalah pengalaman kultural baru saya di antara masyarakat adat Dayak Jalai Sekayuq. Penulis ikut “manamburau” atau melayat orang yang meninggal di Desa Pangkalan Pakit, Kec. Jelai Hulu Kabupaten Ketapang.

“Manamburau” adalah istilah setempat yang merujuk pada tradisi melayat orang yang meninggal pada masyarakat Dayak Jalai Sekayuq yang berdomisili di Kab. Ketapang khususnya di wilayah Selatan. Tradisi yang unik ini masih dilakukan orang Dayak Jalai Sekayuq.

Kabar berpulangnya Datuk Siteres Dukut (81), sesepuh Desa Pangkalan Pakit ini sampai juga di Kampung Tanjung. Datuk Siteres Dukut adalah paman dari Rusmanto, aktivis GemalaK yang berpusat di Rumah Gemalaq, Tanjung, Kec. Jelai Hulu Kab. Ketapang, Kalimantan Barat.

Saat memasuki halaman rumah duka, suasana berduka di desa ini begitu terasa. Warga yang melayat terdiri dari orang tua, anak muda, laki dan perempuan. Mereka membawa beras, kopi, gula. Ada juga yang memberikan amplop berisi uang sebagai wujud bela sungkawa.

Ketika kami datang dan mulai naik tangga rumah duka, perwakilan keluarga duka bergegas menyambut dengan sedikit tuak sebelum kami menyalami keluarga yang berduka untuk menyampaikan rasa bela sungkawa. Ponakan almarhum yang mualaf dan berumahtangga di Tumbang Titi juga turut melayat.

Irama gendang dan pukulan tetawak, kelinang, babandeh yang bersahut-sahutan menyuguhkan harmoni musik tradisi. Nada musiknya menambah nuansa berduka di peristiwa kematian itu semakin terasa.

“Dalam tradisi kami di Pangkalan Pakit ini, melayat orang meninggal disebut manamburau,” kata Rusmanto. Ia menjelaskan, menurut kebiasaan setempat, siapa pun yang “manamburau” niscaya  mengungkapkan rasa berdukanya dengan membawa beras, kopi, gula bahkan sejumlah uang sebagai wujud solidaritas sosial dengan keluarga yang berduka.

Saya mulai paham bahwa peristiwa kematian disikapi dengan penghormatan terakhir kepada sosok yang meninggal terutama ketika jenazah masih disemayamkan di rumah duka.

Penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal juga ditandai dengan permainan musik tradisi yang dipersembahkan dengan irama khusus, dan makan bersama sebelum jenazah diberangkatkan ke pemakaman.

Kesadaran Hakiki dan Spiritualitas Sosial

Nilai penting di balik peristiwa “manamburau” adalah kesadaran hakiki bahwa manusia di dunia ini sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Setiap orang, ketika sudah mati akan memasuki dunia orang mati.

Satu tanggapan untuk “Manamburau: Tradisi Melayat Orang Meninggal pada Masyarakat Adat Dayak Jalai

  • 21 April 2022 pada 9:48 pm
    Permalink

    Upaya yang sangat mulia untuk tetap melestarikan adat dan budaya yang merupakan identitas diri dari suatu kaum. Ketika adat istiadat punah maka kita kehilangan jati diri yang sulit untuk ditemukan kembali. Good job…tabe

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *