Konsolidasi Jurnalis Menuju Pembentukkan Organisasi Jurnalis Masyarakat Adat


Penulis: R. Giring | Foto: Istimewa | Editor: R. Giring
Balikpapan, KR – Di tengah maraknya pembangunan yang merusak sekarang ini, berbagai persoalan kompleks yang dihadapi Masyarakat Adat harus disuarakan, baik dari dalam Masyarakat Adat itu sendiri maupun para jurnalis dan pihak luar yang memiliki kepedulian serta mendukung Masyarakat Adat.
Kehadiran sekitar 50-an jurnalis pendukung Masyarakat Adat dan jurnalis media umum di Balikpapan pada dasarnya untuk memperkuat komitmen dalam menyuarakan suara-suara Masyarakat Adat yang sebagian besar jauh dari jangkauan akses media umum. Hal tersebut dinyatakan Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi saat membuka Konsolidasi Jurnalis Masyarakat Adat yang digelar di Swissbell Htl, Balikpapan, Jumat-Sabtu (18-19/4/2025).
Titi Pangestu, Direktur INFOKOM PB AMAN mengatakan, konsolidasi jurnalis Masyarakat Adat dilaksanakan setelah RAKERNAS AMAN VIII, yang diselenggarakan di Kedang Ipil, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur pada tanggal 14 hingga 16 April 2025.
“Konsolidasi ini dalam rangka mempersiapkan pembentukkan organisasi jurnalis Masyarakat Adat yang mengundang jurnalis, penulis dari media elektronik maupun cetak dan media digital yang memiliki kepedulian dengan isu Masyarakat Adat,” jelas Titi, Jumat (18/4/2025).
Publikasi untuk Edukasi Publik
Para jurnalis sepakat untuk terus menyuarakan, menuliskan dan mendokumentasikan isu Masyarakat Adat. Secara umum publikasi di media dapat difokuskan pada 2 isu. Pertama: isu maupun cerita-cerita baik yang bersumber dari adat dan kebudayaan Masyarakat Adat. Kedua: isu yang bersumber pada pengalaman Masyarakat Adat yang mengalami perampasan wilayah adat secara besar-besaran untuk pembangunan infrastruktur, pembangunan Ibu Kota Negara, perkebunan skala besar, hutan tanaman industri, pertambangan, pembangunan waduk, taman nasional, bahkan transmigrasi; termasuk penguasaan sepihak negara melalui penetapan kawasan hutan dengan berbagai fungsinya sehingga berdampak pada hilangnya sumber-sumber penghidupan Masyarakat Adat dan menimbulkan konflik berkepanjangan.
Baca juga: https://kalimantanreview.com/bayang-bayang-ibu-kota-di-kalimantan/
Kegiatan-kegiatan industri yang tidak bertanggungjawab telah merusak wilayah-wilayah adat hingga menyebabkan pemanasan global yang berdampak sangat luas antara lain: krisis pangan, krisis air bersih, dan meningkatnya kemiskinan serta menghalangi Masyarakat Adat melaksanakan ritual dan ajaran agama leluhurnya. Hilangnya wilayah-wilayah adat, termasuk di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil karena mengalami dampak negatif akibat kehadiran proyek pembangunan baik yang dibawa pihak swasta maupun pemerintah.
Publikasi 2 isu terkait Masyarakat Adat di atas tidak menekankan pada tujuan promosinya, tapi lebih pada memberikan edukasi bagi publik.