Perusahaan Sawit di Kab. Sintang dan Sanggau, Belum Laksanakan Transisi Berkeadilan untuk HAM, Demokrasi Ketenagakerjaan dan Konstitusi Ekologis: Diseminasi Riset Walhi Kalbar
Penulis: Manuk Kitow | Foto: Iten/Sekretariat WKB | Editor: Tim Editor dan Giring
Pontianak, KR – Transisi berkeadilan untuk HAM, demokrasi dalam ketenagakerjaan dan konstitusi ekologis di sektor perkebunan kelapa sawit belum menjadi pertimbangan strategis dan kebijakan oleh pemerintah dan korporasi dalam memproduksi dan konsumsi minyak sawit lokal, nasional dan internasional, khususnya perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat.
Kesimpulan penting lainnya dari riset Walhi Kalbar tersebut juga menyatakan bahwa telah terjadi praktik pembiaran, pengabaian dan pelanggaran hak-hak buruh dan hukum ketenagakerjaan oleh sektor perkebunan kelapa sawit di Kab. Sanggau dan Kab. Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.
Diseminasi laporan riset disampaikan salah satu tim penelitinya, Norman Jiwan, anggota Individu Walhi yang juga mantan Direktur TuK Indonesia itu secara gamblang mencatat bahwa PT. Dharma Persada Nusantara (PT. DPN), PT. Prima Sawit Andalan (PT. PSA), dan PT. Mitra Austal Sejahtera (PT. MAS) selaku anggota RSPO belum memenuhi dan mematuhi standar ketenagakerjaan, khususnya prinsip 6 yakni menghormati hak pekerja dan kondisi kerja yang mewajibkan stanter ketenagakerjaan dengan hasil dan dampaknya yang melindungi hak-hak pekerja dan memastikan kondisi kerja yang aman dan layak.
Itulah beberapa kesimpulan utama riset Walhi Kalimantan Barat tentang “Transisi Berkeadilan untuk Pemenuhan Hak Asasi Manusia, Demokrasi Ketenagakerjaan dan Konstitusi Ekologis di Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat”, yang didiskusikan dan didiseminasikan Kamis (21/11/2024) di Harris Htl, Pontianak.
Hendrikus Adam, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan tersebut bertujuan mendiskusikan sekaligus mendiseminasikan hasil penelitian masalah transisi berkeadilan untuk pemenuhan HAM, demokrasi ketenagakerjaan dan konstitusi ekologis di Kab. Sanggau dan Kab. Sintang, yang telah dilakukan pada akhir tahun 2023.
“Acara ini juga ditujukan untuk berbagi informasi, pengalaman dan strategi bersama dalam merespon dinamika buruh perkebunan kalapa sawit terkait transisi berkeadilan dalam tata kelola perusahaan perkebunan kelapa sawit, dan menyediakan ruang konsolidasi bersama jejaring untuk mendorong upaya-upaya penguatan terhadap keberadaan buruh dan gerakan lingkungan hidup di Kalimantan Barat,” pungkas Adam.
Sepuluh Temuan Lapangan
Norman Jiwan, memaparkan temuan berdasarkan data dari hasil wawancara warga baik lelaki maupun perempuan, serta anak-anak yang pernah maupun yang masih (sedang) bekerja di perusahaan kelapa sawit di masing-masing wilayah.
Berikut 10 temuan penelitian berperspektif Hak Asasi Manusia (HAM) itu: (1) berubahnya pola, cara dan corak mata pencaharian warga dari berbasis kearifan lokal menjadi buruh, (2) syarat dan keterampilan kerja yang tidak jelas, (3) rendahnya jaminan perlindungan, kesehatan dan keselamatan kerja (kecelakaan kerja, jaminan kesehatan), (4) lemahnya perlindungan hak reproduksi pekerja perempuan, (5) buruknya keselamatan dan kesehatan pekerja, (6) perlakuan diskriminatif terhadap perempuan, (7) meningkatnya target dan beban kerja, (8) tidak dilaksanakannya perjanjian kerja bersama (PKB), (9) buruknya jaminan sosial ketenagakerjaan (BPJS), dan (10) eksploitasi anak dan pekerja anak dalam industri perkebunan kelapa sawit.
Rekomendasi untuk Buruh
Riset merekomendasikan kepada pihak buru, di antaranya: 1) Melaporkan keadaan kerja ke badan bipartit dan tripartit ketenagakerjaan, 2) Memastikan semua pekerjaan harus berdasarkan perjanjian kerja tertulis sesuai dengan Hubungan Industrial Pancasila, 3) Segera membentuk serikat buruh perkebunan independen, dan 4) Mendesak dinas dan instansi pemerintah daerah terkait melakukan pengawasan ketenagakerjaan.
Rekomendasi untuk Masyarakat Adat dan Perempuan
Kepada Masyarakat Adat, riset ini merekomendasikan: 1) Mendesak percepatan proses perlindungan dan pengakuan Masyarakat Adat sesuai Perda Kabupaten Sintang dan Kab. Sanggau tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, 2) Mendesak Kementerian Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan melakukan evaluasi dan análisis hukum diskriminasi berbasis gender oleh sektor perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat, 3) Melaporkan dampak dan kerugian berganda yang diskriminatif terhadap kaum perempuan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional/Komnas Perempuan,
Rekomendasi kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Rekomendasinya adalah sebagai berikut: 1) Melakukan penegakan hukum Yakni UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, 2) Melakukan pembinaan dan pengawasan berkala ketenagakerjaan dengan melibatkan Masyarakat Adat khususnya pekerja, tokoh masyarakat, aparat desa, pengurus adat, perwakilan perempuan dan kelompok rentan lainnya, 3) Memfasilitasi proses pembentukan lembaga bipartit dan tripartit ketenagakerjaan oleh korporasi perkebunan kelapa sawit, 4) Komnas HAM menjamin pengakuan, perlindungan, pemulihan, dan pemenuhan HAM tenaga kerja yang dilanggar oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit sesuai dengan amanat UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Rekomendasi kepada Perusahaan
Rekomendasi untuk pihak perusahaan adalah: 1) Perusahaan wajib memfasilitasi pembentukan serikat pekerja perkebunan dan sejenisnya, 2) Perusahaan wajib segera meninjau ulang semua kewajiban dan SOP ketenagakerjaan perusahaan, 3) Perusahaan wajib menyediakan laporan ketenagakerjaan termasuk laporan dan laporan perjanjian kerja bersama (PKB) oleh Badan Bipartit dan Badan Tripartit, 4) PT. DPS dan PT. PSA melaksanakan dan mematuhi semua Prinsip dan Kriteria RSPO Tahun 2018 khususnya yang terkait dengan ketenagakerjaan, hukum, tata kelola, dan hak asasi manusia.