Perihal Toleransi di Pontianak, Apakah Sekadar Slogan Tanpa Makna?


Penulis: Samak Kadow | Editor: Giring
Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat, adalah kota multikultural. Masyarakatnya beragam etnis, agama, dan budaya. Topik toleransi sering kali diangkat berbagai pihak sebagai nilai utama yang menyatukan masyarakat Pontianak.
Lantas, apakah toleransi di daerah ini hanya sekadar slogan tanpa makna? Pontianak memiliki sejarah panjang sebagai kota yang dihuni oleh berbagai masyarakat dari berbagai latar belakang seperti Melayu, Tionghoa, Dayak, Bugis, dll.
Keberagaman tersebut merupakan kekayaan budaya sekaligus tantangan dalam merawat keharmonisan sosial antar-berbagai kelompok tersebut. Itulah mengapa toleransi menjadi nilai yang penting bagi pemeliharaan kerukunan di tengah dan di antara perbedaan yang ada.
Toleransi dan Pendidikan
Banyak contoh toleransi dalam interaksi sehari-hari. Misalnya, even budaya, dan perayaan agama di kota ini sering dihadiri oleh berbagai etnis dan agama. Namun, apakah toleransi sudah sepenuhnya terinternalisasi dalam semua lapisan masyarakat? Sering kali keikutsertaan perwakilan kelompok etnis dan agama itu sekadar seremonial sepintas lalu dari kalangan elite. Permukaan saja.
Pendidikan dalam keluarga dan non-formal lainnya, memainkan peran penting dalam menanamkan nilai toleransi, selain sistem pendidikan Nasional. Program-program sekolah yang mengedepankan inklusivitas dan penghormatan terhadap keragaman telah diimplementasikan, terutama melalui implementasi Kurikulum Merdeka Belajar seperti sekarang ini.
Para peserta didik diajak mengunjungi dan dialog kebudayaan di komunitas atau di lembaga yang berperhatian terhadap isu budaya dan komunikasi antar-budaya dengan harapan menghasilkan pengetahuan dan pemahaman antar-budaya (mutual cultural-understanding).
6 tahun belakangan, Institut Dayakologi kerap dikunjungi mahasiwa (bahkan dari negara tetangga) dan pelajar dari lembaga pendidikan tinggi dan menengah untuk berdialog tentang kebudayaan.
Upaya seperti itu tetap masih perlu ditingkatkan sehingga semakin efektif; tidak saja berdampak pada pengetahuan, tapi juga pada sikap dan perilaku mahasiswa maupun pelajar. Sekadar misal, mahasiswa atau para pelajar mengikuti program ‘live in’ selama sepekan di komunitas pedesaan atau perkotaan yang berlatar belakang berbeda dari latar belakang sebagian besar mahasiswa atau para pelajar itu.
Peserta diwajibkan menuliskan pengalamannya, kemudian dipresentasikan dan didiskusikan di hadapan teman-temannya yang lain. Program ini diharapkan mengubah paradigma mereka tentang kehidupan sosial yang beragam dan toleransi.
Media dan Sosial Media
Media massa dan sosial media memiliki pengaruh besar dalam membentuk persepsi masyarakat tentang toleransi, lebih lagi persepsi anak-anak muda kita. Beberapa media berperan positif menyebarkan pesan-pesan toleransi, dan perdamaian.
Namun sering kali juga ada pengguna media sosial yang karena ketidaktahuan, dan didorong ingin terkesan ‘kereen’ dengan gampangnya tanpa menyaring “men-share” foto, narasi, video dan berita hoaks yang bisa berpotensi provokatif dan memperkeruh situasi sosial.
Terhadap fenomena tersebut, diperlukan literasi media massa dan sosial media dalam perspektif perdamaian, nan cerdas dan berkebijaksanaan.
Pendukung
Kebijakan Pemerintah. Perlu adanya kebijakan lokal yang mendorong inklusivitas dan kerukunan antarumat, dan antar-budaya. Kemudian, kegiatan budaya dan sosial. Acara-acara budaya yang melibatkan partisipasi (bersama) lintas-komunitas dan generasi yang beragam perlu digencarkan sehingga dapat mempererat hubungan sosial.
Dialog dan Kopdar di Pontianak yang dihelat PMII Cabang Pontianak Raya, 3 Juli 2024 lalu itu adalah salah 1 contohnya. Tokoh masyarakat yang berkecimpung di lembaga legislatif, eksekutif dan komunitas-komunitas perlu mendukung kegiatan-kegiatan seperti itu.
