Lawan Pembangkangan Konstitusi, WALHI Kalbar Bersama Aktivis Mahasiswa dan Berbagai Elemen Gerakan Rakyat Gelar Aksi Demonstrasi

595 Views

Hendrikus Adam juga mengajak semua elemen rakyat mencermati pernyataan Sufmi Dasco Ahmad selaku Wakil Ketua DPR RI bahwa pengesahan Revisi UU Pilkada yang direncanakan pada tanggal 22 Agustus batal dilaksanakan. “Sehubungan dengan itu, pada saat pendaftaran Pilkada serentak tanggal 27 Agustus mendatang, yang akan berlaku adalah keputusan Judicial Review Mahkamah Konstitusi, dan ini harus dicermati secara kritis. Sebab pembatalan pengesahan revisi RUU Pilkada yang dimaksud dapat dipahami pada saat diumumkan hingga pendaftaran Pilkada. Bukan berarti bahwa pembatalan tersebut akan permanen, dan revisi RU Pilkada sama sekali tidak akan disahkan ke depan; itu masih sangat mungkin dilakukan. Oleh karena itu, rencana pengesahan revisi UU Pilkada dan Putusan MK perlu dikawal,” pungkas Adam.

Lebih lanjut, menurut Hendrikus Adam upaya merevisi UU Pilkada tidak lebih dari cara culas elit di lembaga legislatif untuk mengelabui rakyat yang selama ini dianggap diam untuk memuluskan kepentingannya.

Lawan Kotak Kosong = Kemunduran Demokrasi

Tantangan ke depan yang perlu juga dikawal di daerah adalah proses Pilkada serentak yang akan dilangsungkan pada 27 November 2024 mendatang. Proses demokrasi di tingkat daerah melalui Pilkada ini juga perlu dikawal agar hak-hak warga tidak diselewengkan dan kepentingan rakyat lebih diutamakan.

“Adapun alasan mengapa proses Pilkada perlu dikawal adalah karena proses Pilkada berpotensi menjadi ruang  politik transaksional untuk memperoleh ongkos politik yang dipertukarkan dengan komitmen legitimasi dan legalisasi bagi para pemilik usaha. Kalau demikian, ini hanya akan semakin memperparah perampasan sumber daya alam di wilayah Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal,” tegas Adam.

Rilis Walhi Kalbar juga menyinggung fenomena lawan kotak kosong dalam Pilkada serentak. Fenomena lawan kotak kosong sama saja artinya kemunduran dan tidak sehatnya demokrasi. Dalam konteks ini, kepentingan elitlah yang lebih diutamakan.

“Di sisi lain, perjuangan warga sipil untuk memastikan keselamatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang semakin parah kerusakannya akibat praktik industri ekonomi ekstraktif yang menjarah hutan, tanah dan air di sekitar wilayah hidup Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal juga semakin dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks,” pungkas Adam.

Baca juga: https://kalimantanreview.com/berlawan-di-tengah-krisis-iklim-dan-bencana-ekologis-walhi-kalbar-laksanakan-konsultasi-daerah-lingkungan-hidup/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *