KERAJAAN ADAT DAYAK HULU AIK (ULU AE’) HADAPI TANTANGAN: CATATAN DARI MUSDAD DOMONG ADAT LAMAN 9 DOMONG 10

1.007 Views

Penulis: Manuk Kitow.

Foto: Yeremias.Editor: Giring dan K. Gunui’.

Penulis: Manuk Kitow | Foto: Yeremias | Editor: Giring dan K. Gunui’

Laman Sengkuang, Benua Krio, KR–Puluhan Domong Adat dari wilayah Laman 9 Domong 10 Kerajaan Hulu Aik baru-baru ini melakukan Musyawarah Adat (MUSDAT). MUSDAT dilaksanakan di kediaman Raja Petrus Singat Bansa di Laman Sengkuang, Desa Benua Krio, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, Kamis-Sabtu (16–18/12/2021).

Tema yang diusung adalah “Melalui Musyawarah Adat Domong Adat Desa Sembilan Domong Sepuluh Kerajaan Hulu Aik, Kita Tegakkan Kedaulatan Domong Adat sebagai Penegak Adat, Tradisi, Budaya dan Hukum Adat Dayak”.

MUSDAD diisi seminar yang menghadirkan beberapa narasumber itu dibuka oleh Alexander Wilyo, Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang sekaligus Patih Jaga Patih Desa Sembilan Domong Sepuluh Raden Cendaga Pintu Bumi Jaga Banua di Kerajaan Hulu Aik. Dia mengajak para domong untuk selalu setia dan teguh menjaga martabat kebudayaan Dayak. “Para domong tidak perlu takut menjalankan tugas sucinya sebagai yang terdepan menjaga kelestarian kebudayaan di NKRI ini,” pungkas Alexander Wilyo.

Adapun para narasumber seminar terdiri dari Dr. Yulius Yohanes (akademisi FISIP Untan dan Sekjend DIO), Krissusandi Gunui’ (Direktur Eksekutif Institut Dayakologi), Dolanang dan Aryanto (tokoh Adat Dayak Tobaq dari Kabupaten Sanggau), Eugine Yohanes Palaunsoeka (budayawan Kalimantan Barat), dan Ferry Hyang Daika (praktisi hukum).

Tonggak Sejarah

Dengan mengutip hasil pertemuan Damai Tumbang Anoi pada 1894 silam, Yulius Yohanes mengatakan, kesepakatan-kesepakatan yang dijabarkan dalam 96 pasal hukum adat, di antaranya menghentikan budaya perbudakan dan potong kepala manusia kala itu, merupakan tonggak sejarah hukum sebagai pedoman dasar Masyarakat Hukum Adat Dayak di Borneo. Menurut dosen FISIP Untan ini, domong memiliki empat peran, yakni (1) Pewarta Agama Dayak, (2) Panglima Perang, (3) Kepala Wilayah, dan (4) Hakim Adat. “Seorang domong memiliki 4 peran tersebut sekaligus. Fungsi domong adalah mengayomi dan menuntun Masyarakat Adat Dayak agar berinteraksi sesuai adat istiadat dan memiliki perasaan sebagai sebuah komunitas bersama. Di era modern dewasa ini, tanggung jawab seorang domong semakin besar dalam membentuk karakter dan jati diri Dayak. Domong berpengetahuan luas, menjadi tokoh panutan dan berintegritas saat menjalankan religi Dayak dalam kehidupan sehari-hari. Ini bersesuaian dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,” papar Yulius Yohanes.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *