Dalami Literasi Kebudayaan Dayak, SMA Pelita Cemerlang Kunjungi Institut Dayakologi

981 Views

Minat terhadap Kebudayaan Dayak

Direktur Institut Dayakologi, Krissusandi Gunui’ mengapresiasi kunjungan para pelajar tersebut. Dia mengatakan, upaya peningkatan literasi tentang kebudayaan Dayak beberapa tahun belakangan semakin tinggi.

Dia menambahkan, ada banyak pelajar, mahasiswa dan komunitas pencinta budaya Dayak berkunjung ke ID untuk berdialog tentang seputar kebudayaan Dayak. “Bahkan ada persekolahan dari luar Kalbar, seperti Kolese Kanisius, Jakarta yang mengundang ID secara khusus untuk berbagi tentang topik kebudayaan Dayak secara daring. Pelajar dan mahasiswa yang magang di ID pun kita dorong untuk mengetahui hingga dikirim ke lapangan guna merasakan dan mengalami kehidupan bersama Masyarakat Adat Dayak di komunitas-komunitas dampingan ID di Kalbar ini,” pungkas Gunui’.

Penelitian etnolinguistik yang dilakukan ID selama 10 tahun dan diterbitkan dalam bentuk buku “Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat” (2008) berhasil memetakan 151 Subsuku Dayak dan 168 Bahasa Dayak di Kalimantan Barat.

Institut Dayakologi dan Tantangannya

Saat memperkenalkan ID secara singkat, Krissusandi Gunui’ mengatakan bahwa dalam rangka mengangkat harkat dan martabat orang Dayak, ID memiliki mandat yakni melakukan revitalisasi, advokasi dan transformasi kebudayaan Dayak melalui kegiatan riset, kajian, pendokumentasian, publikasi kebudayaan Dayak dan pemberdayaan holistik Masyarakat Adat Dayak di berbagai wilayah dampingannya.

ID adalah lembaga swasta nirlaba. Secara spesifik ID bukan lembaga yang bertugas dan mengoleksi artefak-artefak atau budaya materi-budaya materi meskipun ID menentang tindakan penghancuran dan pencurian terhadap artefak-artefak budaya Dayak.

Cikal-bakal ID berasal dari sebuah kelompok studi Dayak sekitar tahun 1980an akhir yang berperan sebagai LITBANG dari Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK). Kemudian pada 1991 didirikan secara resmi dengan nama LP3S-IDRD.

Dalam mewujudkan tujuannya, ID tak luput dari tantangan. “Tantangan internal di antaranya adalah semakin langkanya generasi tua Dayak di komunitas-komunitas yang memiliki pengetahuan kebudayaan, adat istiadat dan tradisinya. Ditambah lagi, semakin berkurangnya minat dan kepedulian kaum muda Dayak terhadap adat istiadat, tradisi, bahasa dan kebudayaannya seiring semakin besarnya pengaruh budaya luar melalui berbagai media. Tantangan eksternal yang paling nyata adalah eksploitasi hutan, tanah air yang sangat masif untuk pembangunan berbasis industri ekstraktif di antaranya pengembangan perkebunan monokultur kelapa sawit, HTI, tambang dan proyek pembangunan lainnya. Hutan, tanah air adalah “benteng” kebudayaan Dayak. Sumber identitas budaya Dayak,” ujar Gunui’, putera Dayak Dsa dari Kab. Sekadau ini.

Putri Shakira Pratama, salah satu pelajar mengatakan bahwa rasa keingingtahuannya mengenai kebudayaan Dayak terpenuhi. “Hal-hal yang semula saya anggap sepele, ternyata sangat menarik, ternyata banyak yang saya lihat di sini adalah simbol-simbol yang sarat makna. Di sesi dialog saya bertanya dan mendapatkan penjelasan dari ID dengan jelas. Saya senang banget karena pengalaman ini melebihi ekspektasi awal saya,” kesan Shakira. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *