Bauma Batahutn Dayak Kanayatn di Binua Kaca’ Ilir

8.150 Views

Nunu
Setelah kayu, semak, rumput dipastikan benar-benar telah mengering, maka tiba waktunya membakar (nunu) yang dilakukan dengan sangat hati-hati. Di sekeliling lokasi dibuatkan batas-batas agar api tidak menjalar ke lokasi lahan milik orang lain. Inilah pengamanan a la lokal, yang wajib diperkuat dengan upacara adat yang meminta batas api kepada Ne’ Samara-mara agar api tidak merembet ke lokasi lahan milik orang lain.

Nugal
Sebelum turun menugal di lahan yang telah dibakar, terlebih dulu dilakukan upacara adat dengan salah satu perlengkapannya adalah Langir Binyak untuk memberitahu Sang Empunya tanah dan padi agar kehidupan padi terus diminyaki/hidup dengan baik. Setelah itu barulah lahan di-tugal dengan menggunakan kayu keras. Di musim nugal, warga se kampung berpantang atau Balala’, dengan larangan tidak boleh memakan daging rusa, kijang, kera, beruk. Ladang harus mempunyai kalangkakng (tempat benih terbuat dari bambu yang dibelah empat diikat dengan akar). Perlengkapannya: daun palem, kayu tugal/turus, kayu berkait dan penyangga bambu yang dibelah dua. Ini bermakna sebagai jalan pelancar Jubata yang dipanggil, mengunci nyawa hama-hama agar tidak mengganggu, dan mengkait/meraih rejeki yang dimohonkan kepada Jubata.

Ngamalo Lubakng Tugal
Usai menugal, ladang diawasi selama tujuh hari tujuh malam. Warga bermusyawarah untuk mengadakan adat Ngamalo. Adat ini berarti memohon “doa-doa” kepada Jubata sang pemilik padi agar bulir padi yang ditanam tadi agar jangan sampai seperti mau tumbang, berdiri tegak berbatang besar, bertunas, tangkainya berisi, berbuah banyak, berbiji putih bersih.

Sambayang Buntikng Padi
Upacara adat basiakng buntikng padi dilaksanakan setelah ngamalo. Sedangkan adat yang diadakan adalah buis bantatn. Usai upacara adat ini dilaksanakan, petani tinggal menunggu padi dengan bersiap-siap memasang penangkal hama.

Naikatn Padi Baharu
Adat padi baru ini dilaksanakan pada sebagai pembuka masa panen. Alat yang digunakan dibuat dari bambu yakni kalangkakng untuk tempat bontokng (beras pertama yang dimasak di dalam daun dan dimasukkan ke dalam bambu) yang akan didoakan dengan spontan ketika hari masih gelap (subuh). Maksud dari upacara adat ini adalah untuk memberitahukan Ne’ Baruakng Kulup mengenai mengapa manusia mengadakan adat secara turun-temurun. Ne’ Baruakng Kulup adalah tokoh asal mula padi orang Dayak Kanayatn. Menurut adatnya, tidak boleh sembarangan ketika mengambil padi ataupun ketika memakan nasinya.

Naik Dango
Inilah musim pesta padi. Saat gembira yang dinanti-nantikan oleh seluruh warga. Ada beragam jenis makanan disiapkan: salai ikan, pulut, gula tebu, madu, minyak tengkawang, minyak kelapa, dan lain-lain. Buah kundur, timun, ode, kurebakng, rebung, daun ubi, umbut sagu, rungkanang, dan beragam jenis sayur-mayur juga dihidangkan untuk menambah suasana meriahnya pesta padi baru. Antar-warga saling berkunjung, bukan sekedar untuk turut menikmati berbagai hidangan, tetapi praktik sosial-budaya ini lebih merupakan wujud keharmonisan antar-warga sekampung maupun antar-warga dari beberapa kampung di Binua Kaca’ Illir. (Disarikan dari Getruida (penulis) dalam “Bauma Batahutn Orang Dayak Kanayatn di Binua Kaca’ Illir”, Pontianak: PPSDAK-Pancur Kasih, 2008).***

TIM KR

Satu tanggapan untuk “Bauma Batahutn Dayak Kanayatn di Binua Kaca’ Ilir

  • 18 Maret 2021 pada 10:37 pm
    Permalink

    ujang aku ngangkat nian ka yotub boh

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *