Pakaian Tradisional Dayak Iban Sarawak
Oleh: Profesor Madya Dr. Neilson Ilan Mersat – Fakultas Sains Sosial dan Kemanusiaan Universitas Malaysia, Sarawak.
Setiap kaum yang beragam dalam sebuah negara itu mempunyai budaya, adat dan begitu juga dengan pakaian tradisional masing-masing. Lebih daripada itu, mereka mempunyai hak untuk mengekalkan budaya adat dan bahasa mereka sebagaimana termaktub dalam persetujuan Deklarasi Universal tentang Hak-hak Masyarakat Adat atau The United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) yang diterima oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Thursday, 13 September 2007.
Pembentangan dan penerimaan resolusi tersebut sangat penting untuk kumpulan indigenous yang mendiami sebuah negara. Ini karena persetujuan tersebut melindungi hak mereka untuk mengamalkan adat, budaya dan warisan masing-masing yang menjadi identitas mereka.
Kajian-kajian awal di tempat-tempat lain mendapati bahwa pakaian tradisional mempunyai kaitan erat dengan identitas suatu kelompok. Menurut Karen Tanberg Hansen (2004) pakaian suatu kaum itu berkait erat dengan budaya mereka. Malah pakaian juga boleh menimbulkan konflik disebabkan perbedaan dari segi nilai. Menurut suku Sakada di Andean pakaian mereka adalah ethnic marker untuk membedakan mereka dengan kumpulan yang lain. Begitu juga dengan kumpulan Maya di Guatemela di mana pakaian tradisional mereka dikenali sebagai Traje penting untuk identitas mereka. Begitu juga dengan beberapa suku kaum di Peru.
Di Benua Afrika, pakaian loose gown juga dilihat sebagai identitas mereka. Dengan menggunakan pakaian yang sama juga boleh merapatkan generasi yang berbeda di antara kaum. Misalnya, dengan memakai pakaian yang sama mereka lebih mudah untuk berinteraksi atau berbincang dengan satu sama lain karena merasa bahwa mereka adalah dalam kumpulan yang sama. Di India pakaian sari dijadikan identitas negara itu. Di negara China, pakaian tradisional qi pao, dan di Vietnam pakaian ao dai. Pakaian kimono di kalangan orang Jepang.
Di Kepulanan Pasifik, pakaian tradisional digunakan pada saat upcara adat dan kebudyaaan. Di kalangan orang Islam pakaian mereka juga melambangkan agama mereka. Pakaian tradisional juga biasa digunakan pada saat kontes kecantikan (pertandingan ratu cantik). Misalnya di negara Jerman dan Kanada mereka menganjurkan pertandingan pakaian etnik.
Bagi suku kaum Iban di Sarawak juga mempunyai pakaian tradisional untuk lelaki dan juga wanita. Pakaian tradisional tersebut bukan saja sebagai identitas mereka, malah terkait erat dengan budaya dan adat mereka. Misalnya, dengan memakai baju burung adalah merupakan identitas seseorang Iban. Sekiranya seseorang memakai baju tersebut sudah pasti anggapan ialah bahwa baju tersebut adalah baju tradisional orang Iban. Pakaian juga perlu digunakan dengan betul. Misalnya sekiranya sejenis tikar (tikar duduk) itu digunakan di bagian belakang, tidak boleh digunakan di bagian depan seseorang.
Berikut adalah tradisi lisan dalam bahasa Iban yang menggambarkan pemakaian pakaian tradisional Iban oleh lelaki sebelum mereka berkunjung atau ngabang ke rumah panjang yang lain untuk tujuan pertemuan.
Dipetik dari Norman Rundu Pitok (1966), Salumpong Karong Besi, Borneo Literature Bureau (Hlm. 15):
“Pasok ka iya engkerimok
Nyentok di pelepetan puang
Pasok ka iya unus bagus
Baka Beketan Tulus pulai belelang
Pasok ka iya tenggak anggup dedekup
Baka kala idup nyepit rangang-rangang
Pasok ka iya tumpa ngena
Baka ke manggum bara api setekang
Udah nya baru iya masukka baju beludu
Tenun indu antu ari Ulu Tampun Tulang
Udah nya baru iya masuk ka kulit kijang langit
Baka ke tau ngigit satetak sarang
Udah nya baru iya nangkin pengaruh gembar tuboh
Penyangga nyawa mali tumbang
Udah nya baru iya nangkin berangin parang ilang
Lalu dikena iya tempuga bulu bekia labang
Dijapai iya sangkuh sumpit
Lilit riris direjang”.