NUANSA HIJAU HAK ASASI MANUSIA

1.237 Views

Dibedah ekologi politik yang membingkai kerangka teoritik dari pertautan isu HAM dan lingkungan hidup. Meminjam Karl Marx (1863), ia menjelaskan penghancuran ekologis atau ecocide dipahami sebagai fungsi modal dengan dorongan tanpa belas kasihan untuk mengakumulasi siklus alami yang rusak dan runtuh dan mengubahnya menjadi kerusakan dalam proses linear (hlm 69).

Pendekatan ekologi sosial relevan bagi penganut pandangan ekologis, rekonstruktif, dan komunitarian tentang masyarakat. Ideologi ini merekonstruksi masalah sosial dan faktor lingkungan hidup sambil mempromosikan demokrasi langsung. Narasi keadilan sosial dan kesejahteraan lingkungan hidup muncul bersama dalam banyak bentuk dan tempat.

Penulis menguraikan pula perjalanan konferensi dan perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup. Mulai Konferensi Stockholm 1972 yang diprakarsai negara-negara maju dan diterima Majelis Umum PBB, Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim yang menghasilkan Protokol Kyoto dan Kesepakatan Paris, hingga World Summit on Sustainable Development 2002 di Johanesburg, Afrika Selatan, yang melanjutkan komitmen Millennium Development Goals dalam Sidang Umum PBB tahun 2000. Poin ketujuh dari delapan komitmen global tersebut berbunyi, “Memberikan jaminan akan kelestarian lingkungan hidup, dengan memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam program dan kebijakan masing-masing negara (hlm 145-158).

Pejuang lingkungan hidup

Hak atas lingkungan hidup ialah HAM yang butuh dan pantas di dapatkan manusia yang fundamental. Negara harus memastikan sistem ekonomi politiknya menjamin harkat dan martabat manusia. Negara harus mampu mengatur dan menjamin distribusi sumber daya alam yang adil bagi semua warganya, bukan hanya generasi hari ini, tapi generasi mendatang (hlm 185-186).

Agar lingkungan hidup dan keselamatan rakyat terlindungi, ia merekomendasikan kita untuk berpegang pada nilai-nilai HAM, demokrasi, keadilan gender, keadilan ekologis, keadilan antargenerasi, persaudaraan sosial, antikekerasan dan menghargai keberagaman.

Lingkungan hidup juga butuh tata kelola yang baik. Negara harus berpihak pada keadilan dan keberlanjutan. Untuk itu, perlu perangkat material guna memastikan kebijakan nasional bisa memutus impunitas kejahatan korporasi, dan menyediakan perlindungan bagi para pejuang lingkungan hidup. *

Resensi yang sama dimuat oleh Media Indonesia, 5 Juni 2021, hlm. 12.

(Usep Setiawan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI dan Ketua Dewan Eksekutif Ikatan Kekerabatan Alumni Antropologi Universitas Padjadjaran, Bandung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *