Melalui PKW III, WALHI Bangun Gerakan Rakyat untuk Keadilan Ekologis
Penulis: Erniliana | Foto: Istimewa | Editor: Giring
Bogor, KR –WALHI memperteguh komitmennya dalam membangun pemimpin gerakan rakyat yang tangguh dan berpihak pada bumi. Lebih lagi di era masifnya ekstraktifisme dan sempitnya ruang demokrasi akhir-akhir ini. Sepekan, pada tanggal 22 Juni s.d 28 Juni 2025, di Pusat Pendidikan WALHI, Caringin, Bogor, Jawa Barat, WALHI menyelenggarakan Pendidikan Kepemimpinan WALHI (PKW) III.

Pendidikan tersebut bukan sekadar pelatihan, tapi sekolah ideologi, dan laboratorium kaderisasi sebagai bagian dari upaya panjang WALHI untuk membangun gerakan lingkungan hidup yang berakar, terorganisir, dan strategis. PKW III dirancang sebagai proses pendidikan politik dan ekologi. Oleh karena itu, para aktivis tidak hanya dibekali pengetahuan konseptual, tetapi juga mempertajam kesadaran kritis, komitmen kolektif, dan keberanian untuk bertindak strategis dan taktis.
Baca juga: https://kalimantanreview.com/selamat-jalan-hendrikus-adam/
PKW III diikuti 23 peserta dari lima region di Indonesia yang mewakili keragaman dan kekuatan gerakan rakyat. Lima region yaitu: (1) Banusramapa, (2) Sulawesi, (3) Kalimantan, (4) Sumatera, dan (5) Jawa. Para peserta mewakili Eksekutif Daerah (ED), Dewan Daerah (DD), lembaga anggota, serta kader individu. Peserta dipilih melalui proses seleksi ketat berdasarkan rekomendasi ED dan tugas makalah. Proses ini tidak hanya menilai kapasitas awal peserta, tetapi juga menunjukkan keseriusan mereka dalam memahami realitas sosial-ekologis di wilayah masing-masing.

Pendidikan sebagai Proses Politik
PKW III dibuka dengan pengenalan sejarah WALHI, dari gerakan moral lingkungan hidup di awal 1980-an, hingga menjadi gerakan rakyat yang menantang otoritarianisme korporasi dan negara. Pengetahuan sejarah ialah fondasi untuk memahami posisi WALHI dalam lanskap gerakan sosial Indonesia.
Peserta diajak menyelami kerangka berpikir ekologi politik dan analisis sosial-ekologis. PKW III membangun analisis dan strategi perjuangan. Para fasilitator WALHI, narasumber eksternal seperti akademisi dan jurnalis progresif mengajak peserta membedah krisis lingkungan sebagai konsekuensi dari sistem ekonomi-politik yang eksploitatif dan kapitalistik.
Dalam konteks itu, isu krisis iklim, pembangunan infrastruktur ekstraktif, ekspansi industri sawit dan tambang, serta perampasan ruang hidup, dibahas dengan menganalisis kaitan kuat dan kelindannya dengan kekuasaan dan ideologi pembangunan. Para peserta diajak agar tidak hanya memahami apa yang terjadi, tetapi juga mengapa itu terjadi, siapa yang diuntungkan, dan siapa yang dikorbankan.
Pelaltihan tersebut juga memperkenalkan berbagai strategi perjuangan rakyat, termasuk: 1) Wilayah kelola rakyat, 2) Ekonomi alternatif, 3) Memproduksi narasi tanding, dan 4) Advokasi kebijakan berbasis komunitas.
Ekofeminisme, Komunikasi Gerakan, dan Keselamatan Pejuang
Salah satu sesi penting dalam PKW III adalah ekofeminisme – yang membuka pemahaman baru tentang keterkaitan antara kerusakan lingkungan dan penindasan terhadap perempuan. Kemudian melihat pentingnya menempatkan perempuan sebagai aktor utama dalam perjuangan keadilan ekologis.

