Kabar dari Training of Trainers Sekolah Pemberdayaan Masyarakat Adat a la Dayakologi

528 Views

Penulis: Iyenk | Foto: Dok. ID/KR  | Editor: Giring

  • Sekolah Pemberdayaan Masyarakat Adat a la Dayakologi (SPMAD) telah berlangsung 5 tahun belakangan.
  • Pelatihan diikuti perwakilan komunitas: (1) Masyarakat Adat Dayak Jalai Kab. Ketapang, (2) Masyarakat Adat Dayak Kendawangan Kab. Ketapang, (3) Masyarakat Adat Dayak Sisang Kab. Sanggau, (4) Masyarakat Adat Dayak Bi Somu Kab. Sanggau, (5) Masyarakat Adat Dayak Tae Kab. Sanggau, (6) Masyarakat Adat Dayak Iban Sebaruk Kab. Sanggau, (7) Masyarakat Adat Dayak Dsa Kab. Sekadau, (8) dan Masyarakat Adat Dayak Seberuang Kab. Sintang.

Pontianak, KR – Bangunan sistem sejarah, sosial budaya, ekonomi dan politik yang melatarbelakangi Masyarakat Adat, khususnya Masyarakat Adat Dayak di Pulau Kalimantan ini telah berlangsung dari generasi ke generasi ratusan tahun. Meskipun tak lepas dari interaksinya dengan budaya luar, tapi dengan strategi kebudayaannya, Masyarakat Adat senantiasa berusaha menjaga keharmonisan relasinya dengan sesama dan leluhurnya, alam semesta dan Sang Penciptanya.

Baca juga: https://kalimantanreview.com/plajei-plupuh-nyah-udip-ja-jaa-masyarakat-adat-ketemenggungan-tae-belajar-sepanjang-hayat-untuk-masa-depan/

Dalam era globalisasi, Masyarakat Adat dihadapkan pada berbagai tantangan. Berbagai program pembangunan yang masuk ke wilayah Masyarakat Adat, seringkali menimbulkan kerusakan multidimensi yang sistematis berupa penyerobotan tanah adat, deforestasi hutan dan lahan akibat eksploitasi masif sumber daya alam, hingga marginalisasi sosial budaya, ekonomi dan politik.

Di banyak wilayah, Masyarakat Adat di Kalimantan Barat tidak memiliki akses yang memadai terhadap pendidikan, informasi, dan sumber daya lainnya yang mendukung mereka dalam mempertahankan hak-hak sosial budaya, ekonomi, sipil dan politik mereka secara berkesinambungan. Di satu sisi, sistem pendidikan formal yang ada sering kali tidak relevan dengan konteks sosial dan budaya Masyarakat Adat, sehingga pengetahuan asli dan nilai-nilai komunitas sering terpinggirkan.

Sekolah Pemberdayaan Masyarakat Adat ala Dayakologi (SPMAD) diselenggarakan sebagai sebuah inisiatif pendidikan berbasis komunitas yang dirancang untuk memperkuat kapasitas Masyarakat Adat dalam memahami dan memperjuangkan hak-hak mereka, mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, serta membangun kemandirian ekonomi berbasis budaya dan potensi lokal.

SPMAD telah berlangsung kurang lebih 5 tahun belakangan. Tujuan SPMAD adalah untuk: (1) Meningkatkan kesadaran hak-hak adat, yaitu dengan membangun kesadaran kritis tentang ancaman terhadap wilayah adat, sumber daya alam dan budaya lokal; (2) Memperkuat kapasitas Masyarakat Adat dalam pengelolaan wilayah adat, dengan mengembangkan strategi pengolahan sumber daya alam berbasis kearifan lokal dan berkelanjutan serta memberikan pelatihan masyarakat dalam pemetaan partisipatif, tata kelola hutan adat dan perlindungan ekosistem lokal; (3) Mengembangkan ekonomi berbasis komunitas budaya lokal, dengan mengembangkan model ekonomi berbasis sumber daya lokal yang berkeadilan dan berkelanjutan serta memfasilitasi pengembangan pertanian berkelanjutan dan usaha produktif komunitas; (4) Melestarikan budaya dan pengetahuan tradisional, yaitu dengan memastikan bahwa generasi muda adat dapat mengenal dan mengamalkan nilai-nilai serta pengetahuan luhur; (5) Meningkatkan keterampilan kepemimpinan dan fasilitasi, yaitu dengan memberikan pelatihan kepada anggota komunitas sebagai fasilitator yang dapat mengembangkan dan memdampingi program pemberdayaan di komunitas masing-masing, serta membangun jejaring komunitas yang saling mendukung dalam advokasi hak-hak adat.

Baca juga: https://kalimantanreview.com/25-guru-mulok-budaya-ikuti-pelatihan-peningkatan-kapasitas-di-ketemenggungan-tae-desa-tae-kecamatan-balai-kabupaten-sanggau/

Program Officer Advokasi, Transformasi, Pemberdayaan Holistik dan Jaringan Pusat Dayakologi, Oktavian, mengatakan, dalam praktiknya, SPMAD menerapkan pendekatan empiris, yaitu pembelajaran berbasis pengalaman dan pendidikan partisipatif.

“Masyarakat Adat menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran. Sekolah ini bersifat fleksibel, disesuaikan dengan konteks budaya serta kebutuhan komunitas. SPMAD bukan hanya tentang mentransfer pengetahuan, tetapi juga membangun kesadaran kritis dan solidaritas antar komunitas adat untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan membangun kemandirian,” ujar Oktavian.

Direktur Eksekutif Pusat Dayakologi, Krissusandi Gunui’, dalam pengantarnya mengatakan, melalui program SPMAD, diharapkan Masyarakat Adat semakin berdaya dalam menjaga hutan, tanah, air sebagai sumber penghidupannya secara mandiri dan berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *