Masyarakat Adat Dayak Seberuang Memperkuat Pemahaman Bersama tentang Budaya dan Adat Istiadat: Catatan dari SPMAD di Kampung Ansok


Kampung Ansok merupakan salah satu kampung yang berada dekat sekali dengan Bukit Saran. Tidak heran jika kampung ini masuk dalam Kawasan Lingkar Bukit Saran (KLBS). Jadi, kampung ini menjadi salah satu penyangga keberadaan Bukit Saran.
Berdasarkan pemerintahan adat, Kampung Ansok masuk dalam wilayah Ketemenggungan Hulu Tempunak bersama dengan 7 (tujuh) kampung lainnya, yaitu Lebuk Lantang, Lanjau, Mulas (desa Riam Batu), Sungai Kura, Jungkang (desa Benua Kencana) Pekulai Hulu dan Pekulai Hilir (desa Pekulai Bersatu). Wilayah adat Ketemenggungan Hulu Tempunak ini dipimpin oleh Temenggung Bijak.
Hari mulai gelap. Malam tiba. Warga berdatangan. Ada yang sambil membawa kerajinan tangan dari “nyelik batu” atau jagung batu berupa kalung rosario, dan selendang. “Udah banyak yang suka, ini kerajinan dari kami, ciri khas dari Ansok,” kata Ibu Ani.
Suasana pertemuan yang tidak formal membuat warga antusias. Oktavian (37), PO Advokasi, Transformasi dan Pemberdayaan Holistik, Institut Dayakologi, setelah sesi perkenalan, mengatakan bahwa SPMAD dikhususkan untuk komunitas-komunitas yang telah mendapat pengakuan dari pemerintah, termasuk yang telah mendapat SK Penetapan Hutan Adat dari Menteri LHK.
Antong, dalam pengantarnya menyatakan, SK MHA dan HA adalah hasil dari perjuangan bersama. Ia menegaskan wilayah adat dan hutan adat harus dipertahankan bersama pula. “Kita menerima SK MHA dan SK HA berkat perjuangan bersama, maka kita pun harus mempertahankannya sama-sama, terutama wilayah adat kita dan hutan adat kita,” pungkas Antong.
Dia menambahkan, SPMAD dari tim Dayakologi ini merupakan salah satu cara meningkatkan pemahaman bersama Masyarakat Adat tentang identitas Masyarakat Adat. “Diskusi bersama Tim SPMAD dari Dayakologi ini pada dasarnya merupakan salah satu cara kita meningkatkan pemahaman kita tentang jati diri sendiri, dan seluk beluk identitas kita sebagai Masyarakat Adat,” tambah Antong.
Hal senada disampaikan Un Sanansah (51). “Kami senang sekali kedatangan tim Institut Dayakologi ini supaya semakin memperkuat pemahaman bersama warga tentang adat dan tradisi kami,” ujar Un.
Krissusandi Gunui’ (42), Direktur Institut Dayakologi, dalam pengantarnya menjelaskan, SK MHA maupun SK Hutan Adat bukanlah tujuan. Akan tetapi alat untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya, yakni agar Masyarakat Adat bisa bermartabat secara sosial budaya dimana kita bebas hidup dengan adat dan tradisi kita, mandiri secara ekonomi dalam mengelola wilayah kita; tidak tergantung dengan pihak lain, berdaulat secara politik yaitu adanya pengakuan dari semua pihak atas kepemilikan wilayah adat kita, dan agar kita berkesinambungan, yaitu eksis dari segala aspek kehidupan.
Perwakilan Perempuan Adat, Helaria Rici (40), mengemukakan bahwa perempuan adat di Ansok sangat membutuhkan berbagai pelatihan untuk memperkuat pengetahuan mengenai hak-hak sebagai Masyarakat Adat. “Kami juga perlu pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan tentang hak-hak kami sebagai Masyarakat Adat,” harap Rici.
Adat Basa, Sejarah, dan Memperdalam Isi SK MHA dan SK HA
Cornelis Liyun (53), tokoh adat dari Hulu Tempunak, setelah mengikuti pemaparan tim dan diskusi, mengatakan, SPMAD ini akan memperjelas pemahaman kita tentangadat dan budaya Masyarakat Adat di Kampung Ansok ini, yang kadang kala masih tersandung dengan agama.
“Lewat SPMAD ini pengetahuan kita menjadi lebih jernih, kita bisa membedakannya,” pungkas Liyun di hadapan 30-an orang warga. Di ujung pertemuan, peserta menyepakati beberapa tema untuk pertemuan berikutnya, yang meliputi Adat Basa, Sejarah, dan Memperdalam Pengetahuan tentang isi SK MHA dan HA.
“Dari tema-tema pertemuan berikutnya itu kita menyongsong harapan bersama, wilayah kita bisa dikelola sesuai dengan kearifan lokal, sehingga bisa utuh dan terjaga untuk kita dan generasi penerus kita di masa depan,” tegas Antong saat menutup pertemuan. ***