Masyarakat Adat Dayak Bi Somu Tuntut PT. MKS Noyan akibat Ingkar Janji
Penulis: TN. Foto: TN. Editor: K. Gunui’ dan Giring.
Noyan, Sekayam, KR-Persoalan terkait kelapa sawit tampaknya semakin meningkat dan tak kunjung pernah selesai. Meski Presiden Jokowi sudah menerbitkan Perpres tentang moratorium perkebunan kelapa sawit, namum masih ada saja perusahaan kelapa sawit yang berusaha masuk dan meng HGU kan tanah atau lahan Masyarakat Adat dengan iming-iming kesejahteraan. Sayangnya, seringkali kenyataan itu lain dari janji yang sudah dinyatakan, yang semula warga berharap mau untung tapi apa daya malah jadi buntung.
Itulah yang terjadi di Desa Lubuk Sabuk Kecamatan Sekayam dan sekitarnya. Pasalnya ada Perusahaan Mitra Karya Sentosa (PT. MKS) asal Sumatera berinvestasi di kawasan tersebut dan memiliki lahan HGU yang sudah mencaplok lahan-lahan warga sekitar. Memang ada yang mendapatkan ganti rugi lahan, tapi tidak sedikit warga yang tidak mendapatkan ganti rugi. Bahkan ada warga yang tak tahu kalau tanahnya sudah tercaplok HGU.
Desa Lubuk Sabuk mayoritas dihuni oleh Masyarakat Adat Dayak Sisang, korban kasus tersebut. Saat ini mereka tidak dapat mensertifikatkan tanah lahan perkebunan dan pertanian mereka sendiri karena masuk kawasan HGU.
Tak boleh di-HGU kan
“Seharusnya lahan adat milik Masyarakat Adat tidak boleh di- HGU kan, karena lahan tersebut adalah sumber mata pencaharian mereka sehari-hari. Apalagi sekarangkan sudah terbit Putusan MK 35 tahun 2012 tentang Hutan Adat,”ujar Tony, warga pemilik lahan yang terkena HGU kepada penulis, Kamis (9/1/2020).
Persoalan ini bermula pada tahun 2008 di mana pihak perusahaan berjanji kepada masyarakat memberikan kompensasi uang derasah atau uang pinjam lahan dan diganti dengan nilai Rp 5.000.000,- per ha. Jika dijual dan putus harga, maka diganti sebesar Rp 6.000.000,- per ha. Namun sebagian besar masyarakat menyepakati dengan derasah saja, karena tidak menghilangkan hak atas tanah, namun ternyata oleh perusahaan, tanah itu di-GHU kan yang berarti menjadi milik perusahaan. Ada perbedaan penafsiran tentang derasah tersebut sehingga seakan-akan perusahan sudah memiliki lahan Masyarakat Adat.
Aksi demonstrasi
Kemelut persoalan tersebut mendorong aksi demo yang melibatkan 40-an warga, aktivitas massa tersebut diketahui oleh Camat Noyan, Miko Martoyo dan Kepala Desa Lubuk Sabuk, Matius. Proses aksi demo disaksikan langsung oleh pihak perusahaan termasuk Kapolsek setempat. Demo itu akhirnya mencapai kesepakatan antar-para pihak dan ditandatangani langsung di area perkebunan PT. MKS, tapi Kapolsek dan pihak perusahaan enggan menuliskan nama serta menandatangani surat hasil keputusan demo tersebut.