Malam Solidaritas Aktivis Gerakan Masyarakat Adat dari 9 Negara itu Dimeriahkan Sanggar Asisi Batuah


Sementara itu, mewakili Yayasan Tebtebba, Filipina, Ibu Eleanor Dictaan Bang-oa, dalam sambutan mengatakan bahwa Kalimantan ini terus menginspirasi mereka terkait langkah-langkah holistik dan integratif yang dikembangkan di antara orang-orang Indonesia, khususnya lagi di Kalimantan ini.
“Terima kasih banyak kepada Institut Dayakologi yang mendampingi proses kunjungan lapangan ke Tae dan turut memastikan pelatihan ini berhasil karena teman-teman dari Dayakologi telah mengorganisirnya dengan baik,” kata Elean.
Sedangkan sambutan dari perwakilan IFAD Indonesia, disampaikan Pak Bayu. Dia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Yayasan Tebtebba, Institut Dayakologi, dan seluruh peserta, sumber daya dan fasilitator kegiatan tersebut.

Menurut Pak Bayu, proses pelatihan yang berlangsung pada 26 – 30 Agustus tersebut sangat kooperatif. Menurut Bayu, hal tersebut merupakan momen yang sangat bagus untuk menggelar program pelatihan ini.
“Saya harap dari pelatihan ini kita semua bisa saling terhubung satu sama lain, terutama di Asia Tenggara ini, dan di negara manapun di mana IFAD berkegiatan di sana. Saya senang karena Anda semua sangat menikmati pelatihan ini. Kita bisa memperoleh banyak pengetahuan, relasi dan jaringan dengan orang lain untuk suatu kerja sama yang luas,” tutup Bayu.
Sementara itu, Direktur Institut Dayakologi, Krissusandi Gunui’ menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada Yayasan Tebtebba dan IFAD. “Terima kasih kepada Yayasan Tebtebba dan IFAD yang mempercayakan Tim Institut Dayakologi menjadi host pelatihan internasional ini. Maaf atas kekurangan di sana sini,” tutup Kriss.
Persembahan dari Sanggar Asisi Batuah
Pada malam solidaritas tersebut, Institut Dayakologi menampilkan tarian dan musik Jonggan yang dipersembahkan Sanggar Asisi Batuah dari Persekolahan St. Fransiskus Asisi, Pontianak, yang kerap meraih kejuaraan dalam berbagai ajang perlombaan baik di tingkat provinsi maupun nasional.

Tarian yang diiringi nyanyian pantun pergaulan dan irama tabuhan gendang, pukulan kulintang, tiupan seruling bersama 5 penarinya itu sontak diikuti oleh seluruh peserta dengan tanpa ragu.
Para aktivis gerakan Masyarakat Adat tersebut menari Jonggan bersama-sama hingga sekitar 30 menit lamanya. Peserta tampak senang sekali, bahkan di antara di antaranya ada yang ikut menabuh gendang.

Suasana malam yang penuh keakraban hingga tanpa terasa acara harus diakhiri pada pukul 23.00 Wib, dan seluruh hadirin saling memberikan salam hangat perpisahan satu sama lain karena besoknya mereka harus kembali negaranya masing-masing. [*]