Aktivis Gerakan Masyarakat Adat dari 9 Negara Memetik Pelajaran dari Masyarakat Adat Ketemenggungan Tae

70 Views

Penulis: Manuk Kitow & Roni | Editor: R. Giring

Semangkar, Ketemenggungan Tae, KR—Aktivis gerakan Masyarakat Adat dari 9 negara di Asia, Afrika dan Eropa melakukan kunjungan belajar ke Ketemenggungan Tae, khususnya Dusun Semangkar, pada Rabu (27/8/2024). Para aktivis itu terdiri dari 16 laki-laki dan 12 perempuan yang berasal dari Negara India, Banglades, Vietnam Mongolia, Papua Nugini, Vietnam, Kamboja, Philipines, Italia dan Indonesia.

Baca juga: https://kalimantanreview.com/peserta-pelatihan-manajemen-pengetahuan-untuk-komunikasi-pembangunan-asia-pasifik-dari-9-negara-berkunjung-ke-institut-dayakologi-ruai-tv-dan-tugu-khatulistiwa/

Para aktivis berdialog dengan Temenggung Tae dan Kades Tae.

“Kunjungan lapangan tersebut dalam rangka mengambil pelajaran dari pengalaman Masyarakat Adat Ketemenggungan Tae. Masing-masing peserta diberi tugas untuk mengolah data lapangan menjadi konten publikasi di media digital maupun sosial media mereka,” kata Johanna AD, aktivis Dayakologi selaku ketua organiser lokal pelatihan internasional itu.

Kunjungan lapangan itu dilakukan sebagai bagian dari rangkaian “pelatihan manajemen pengetahuan dan komunikasi untuk pembangunan di Asia Pasific” yang dihelat YayasanTebtebba dan IFAD pada 26-30 Agustus 2024, di Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia. Dari Indonesia, hadir juga aktivis gerakan Masyarakat Adat dari  Kalimantam Barat, Jambi dan Yogyakarta.

Peserta pelatihan befoto bersama menjelang kegiatan pelatihan selesai.

Jalan Panjang Penetapan Hutan Adat

Temenggung Tae, M.Yopos, yang juga aktivis lokal Dayakologi, dan Ketua Rombong Ria Gandi Ria Kudur menjelaskan bahwa hutan adat di Ketemenggungan Tae punya kisah panjang.

Pelajar peserta Mulok Budaya foto bersama salah satu peserta pelatihan yang berkunjung ke Ketemenggungan Tae, Dusun Semangkar.

Penetapan Hutan Adat Ketemenggungan Tae bermula dari pemetaan partisipatif di Kampung Bangkan yang didampingi Institut Dayakologi. Kemudian pada 2013-2014, berturut-turut pemetaan partisipatif di 7 kampung lainnya didampingi Institut Dayakologi bersama mitra PPSDAK Pancur Kasih (Perkumpulan Pancur Kasih) hingga 8 kampung dalam wilayah Ketemenggungan Tae. Sambil melakukan peningkatan kapasitas dan pengorganisasian, didampingi Institut Dayakologi bersama lembaga-lembaga anggota Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih, untuk melaksanakan Perda Kab. Sanggau Nomor 1/2017, Masyarakat Adat Tae mengajukan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat ke Bupati Sanggau.

Untuk mengoptimalkan Putusan MK Nomor 35/2012, diusulkanlah penetapan hutan adat ke Menteri LHK RI. “September 2018, hutan adat Ketemenggungan Tae seluas 2.189 hektar menerima penetapan dari Menteri LHK. Sebelum itu,  Paolus Hadi, menetapkan Masyarakat Hukum Adat Ketemenggungan Tae dengan SK Nomor 326/2018 tanghal 16 Juli 2018. Kini, Masyarakat Adat Tae mengisi pengakuan MHA dan penetapan hutan adatnya dengan berbagai langkah yang berkearifan loka. Kami siap berbagi pengalaman dengan siapapun yang berkunjung,” pungkas Yopos.

Momen Kepala Desa Tae dari Ketemenggungan Tae berfoto bersama Tuai Tampun setelah menerima SK Hutan Adat langsung dari Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, pada 2018 yang lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *