KOALISI MASYARAKAT SIPIL DESAK MENTERI LHK CABUT IZIN PT. MAYAWANA PERSADA

970 Views

Beberapa audiensi tersebut membahas dan menyampaikan temuan-temuan baru kasus perusakan lingkungan, pelanggaran HAM, kriminalisasi Masyarakat Adat dan dugaan keterlibatan aparat yang dilakukan oleh PT. Mayawana Persada.

Koalisi Masyarakat Sipil Menyampaikan Laporan Tertulis ke KOMPOLNAS

Ketua Link-Ar Borneo Ahmad Syukri di saat yang sama mengatakan, kepada Komnas HAM, setidaknya ada tiga materi aduan yang koalisi laporkan, yakni terkait perampasan lahan, pembakaran pondok-pondok dan lumbung padi masyarakat, dan kriminalisasi.

Salah satu perwakilan Masyarakat Adat Kualan Hilir, Ketapang, Tarsisius Fendi Susepi yang ikut hadir mengaku sampai saat ini sudah mendapat 19 kali pemanggilan kepolisian.

“Kami mengalami intimidasi-intimidasi dari pihak perusahaan melalui aparat. Kami lihat memang hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Kami berharap bisa dapat bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Abubakar agar segera menyelesaikan persoalan Mayawana,” tegas Fendi.

Koalisi Masyarakat Sipil saat di Komnas HAM RI pada saat Menyampaikan Laporan Tertulisnya.

Sangat disayangkan, tiga kali upaya perwakilan warga dan koalisi menemui Menteri LHK, Siti Nurbaya tak kunjung membuahkan hasil.

Pada 28 Maret 2024, KLHK telah mengeluarkan surat penghentian aktivitas kepada PT. Mayawana Persada. PT. MP diminta menghentikan segala aktivitas penebangan pada areal bekas tebangan atau logged over area (LOA) dan memfokuskan kegiatan pada penanaman antara lain pada lahan kosong, semak belukar, tanah terbuka dan kegiatan pemulihan lingkungan.

Seolah tidak menggubris perintah KLHK, PT. Mayawana justru terpantau masih terus beroperasi hingga saat ini. PT. Mayawana diketahui membuka lahan di kesatuan hidrologis gambut (KHG) Sungai Durian-Sungai Kualan dengan nilai konservasi tinggi (NKT), yang merupakan habitat orangutan dan lahan gambut kaya karbon.

Salah satu Momen Koalisi Menyampaikan Laporan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Tidak hanya merusak hutan dan lahan gambut, PT. Mayawana Persada juga telah menghancurkan habitat berbagai spesies dan memutus jalur perjalanan satwa. Ironis sekali tujuan mendatangkan devisa dan pendapatan bagi negara dan daerah harus dibayar dengan biaya ekologis yang sangat mahal bahkan mungkin saja tak terkirakan.

“PT. Mayawana Persada yang membabat hutan alam tidak dapat dibiarkan begitu saja sehingga harus diungkap kepada publik, terutama di tengah gembar-gembor pemerintah atas klaim penurunan angka deforestasi, yang masyarakat sipil saksikan justru kebalikan dengan fakta yang terjadi di lapangan,” tutup rilis tersebut. Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dariSatya Bumi, Wahana Lingkungan (WALHI) Eknas, WALHI Kalimantan Barat (Kalbar), Satya Bumi, Link-Ar Borneo, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar, AMAN Ketapang Utara, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pontianak, Greenpeace Indonesia, Forest Watch Indonesia, Pantau Gambut, Jaringan Pemantau Independen, dan sejumlah Lembaga Masyarakat Sipil lainnya dari Kalimantan Barat.[*]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *