30 tahun Institut Dayakologi “Membumikan Peradaban, Memartabatkan Kehidupan”
Pontianak–Rangkaian perayaan 30 tahun perjalanan Institut Dayakologi diawali dengan join webinar kerja sama Unimas-Pemda Sanggau dan ID. Webinar yang diadakan pada Jumat (21/5/2021) tersebut bertema tentang hukum adat pati nyawa. Pembicara tunggal adalah Dr. Marina Rona. Dia menyampaikan, di antaranya tentang makna epistemologis hukum adat pati nyawa bahwa prosedur atau mekanisme peradilan adat dalam memutuskan perkara kecelakaan lalu lintas berat, bersendikan semangat kekeluargaan dan kebersamaan dalam melakukan musyawarah untuk mufakat.
Apresiasi ID
Direktur ID, K.Gunui’ mengapresiasi intelektual Dayak yang lakukan riset dan dokumentasikan karya ilmiahnya. “ID membuka diri untuk kerja sama yang mendukung tujuan dokumentasi maupun publikasi karya-karya termasuk yang berdasarkan riset. Kami memberikan apresiasi kepada Pemda Sanggau, pihak Unimas dan ibu Mona,” ujarnya.
Dia pun mengucapkan terima kasih kepada Unimas dan juga Marina Rona. Direktur ID memberikan sambutan pengantar pada seminar tersebut.
Sementara itu, Prof. Dr. Spencer Empading Sanggin dari Dayak Chair Holder Unimas Institut of Borneo Studies sekaligus sebagai penanggap mengatakan terima kasih kepada ID karena mendukung webinar adat pati nyawa itu. “Kesempatan ini baik sekali karena merupakan langkah awal untuk kolaborasi dalam berbagai kesempatan acara berikutnya. Kami berterima kasih kepada pihak ID maupun Pemerintah Daerah Kab. Sanggau,” terangnya.
Memaknai 30 tahun Perjalanan ID
Untuk memaknai Perayaan Tiga Dasawarsa Institut Dayakologi (1991-2021), beberapa rangkaian kegiatan diselenggarakan secara online dan offline dengan menerapkan protokol kesehatan. Acara utama ada 7, meliputi:
1) Konferensi pers pada hari Jumat (21/5/2021),
2) Webinar sepekan pada hari Senin-Sabtu (24-29/5/2021),
3) Bedah buku ‘Pantang Ttunduk’: catatan pengalaman 22 aktivis GemalaK. Dilaksanakan hari Jumat (28/5/2021),
4) Refleksi umum bersama Vicky Tauli-Corvuz, JJ. Kusni, Francis Wahono, R. Yando Zakaria dan Paolus Hadi, akan diadakan pada hari Sabtu (29/5/2021),
5) Ritual Aadat, hari Minggu (30/5/2021),
6) Misa syukur 30 tahun ID yang akan dipimpin oleh Mgr. Agustinus Agus, Pr, Uskup Agung Pontianak. Mgr. Agustinus Agus, Uskup Agung Pontianak juga akan memberikan refleksi khusus untuk menandai 3 dasawarsa ID,
7) Beberapa seremoni sederhana sebagai puncak perayaan dasawarsa Institut Dayakologi bersama pengurus dan anggota perkumpulan.
Selama 3 dasawarsa ini ID telah memberikan sumbangsihnya, tidak saja bagi masyarakat dan kebudayaan Dayak, tapi juga bagi kebaikan, perkembangan peradaban dan kehidupan umum. Dengan karakter dan ciri khas utama yakni: Membumikan Kembali Kebudayaan Dayak (Kearifan budaya dan pengetahuan lokal) untuk peradaban universal dan mengembalikan/memulihkan jati diri/harga diri atau martabat kehidupan manusia dari komunitas lokal hingga global.
Dalam keterangan persnya, Krissusandi Gunui’, Direktur Eksekutif Institut Dayakologi mengatakan bahwa, kata Dayak yang dulunya digunakan untuk sebutan yang serba negatif, kini sekarang Dayak diakui sebagai identitas sosial, budaya dan penduduk asli Pulau Borneo atau Masyarakat Adat Kalimantan (Borneo, Red) yang terdiri dari berbagai kelompok suku dan subsuku-kelompok yang beragam. Ada perbedaan satu sama lain, misalnya bahasa. “Bahkan dalam perspektif identifikasi diri, seperti hasil riset etnolinguistik ID (1997-2008) menunjukkan bahwa di Kalbar saja terdapat 151 sub suku dan dibagi lagi 100 sub sub suku dengan 168 kelompok bahasa,” jelas Gunui’. Dulu tak sedikit orang Dayak bahkan mereka yang berpendidikan dan para pejabat Dayak yang malu mengakui diri sebagai orang Dayak. Dokumentasi dan publikasi informasi dan data kebudayaan Dayak, kini tidak saja berguna untuk pewarisan dan pelestarian kebudayaan Dayak itu sendiri, tapi turut berkontribusi pada perkembangan pengetahuan dan studi-studi tentang kebudayaan Dayak. “Banyak para mahasiswa dari berbagai kampus di Kalbar, Kalimantan, nasional bahkan internasional yang berminat dan magang di ID beberapa tahun belakangan menunjukkan hal tersebut,” tambah Gunui’.
Sejak awal kiprahnya pada 1991, ID aktif melakukan dan mendorong upaya revitalisasi dan restitusi kebudayaan Dayak yang kini terus berusaha memantapkan diri sebagai pusat advokasi dan transformasi kebudayaan Dayak. Advokasi dimaknai dengan menyelamatkan sumber-sumber identitas kebudayaan yang juga merupakan sumber penghidupan dan keberlanjutan bagi Masyarakat Adat Dayak; Sementara Transformasi dimaknai sebagai upaya mengangkat kembali sekaligus menguniversalkan nilai-nilai kebudayaan Dayak yang diwariskan oleh leluhur adat bagi seluruh aspek kehidupan, khususnya kemanusiaan, persaudaraan, perdamaian dan pembangunan serta pendidikan yang memberdayakan, memandirikan dan membebaskan.