DARI TANJUNG UNTUK DUNIA: MELALUI RITUAL ADAT MEENGARIA BENUAQ DAYAK JALAI MINTA PERLINDUNGAN DUATAQ DEMI TOLAK BALA VIRUS CORONA
Tahap selanjutnya adalah kembali ke rumah tempat ritual, lalu tetabus dibangunkan dengan cara menyemburkan sirih pinang. Kemudian dukun mendahupai tetabus dan besangan cerita (kehanaq). Di sini, ada tiga cerita, lalu sebagai tahap terakhir adalah mengantar tetabus sekalian pemagaran akses jalan keluar masuk dari/ke kampung. Sejak Tetabus diantarkan, maka sejak itu pula seluruh warga harus melaksanakan Pantang Pantiq atau larangan selama tiga hari tiga malam dan orang dari kampung lain tidak boleh masuk.
Pantang Pantiq
Pantang Pantiq tersebut terdiri dari penutupan akses jalan masuk kampung selama tiga hari tiga malam dan buka Pantang Pantiq pada hari Kamis (2/4/2020). Selama masa Pantang Pantiq tersebut, warga dilarang Beetabang Beetibuh (memotong kayu di hutan), Cucul Anggur Tangah Benuaq (kegiatan membakar dalam kampung), Beemiang Beehamak (pergi ke hutan), dan Merabung Meehumbut (mencari sayuran ke hutan).
Warga wajib mengurangi aktivitas lalu lalang kendaraan dalam kampung terutama pada malam hari. Larangan juga berlaku bagi warga memiliki rumah walet agar mengecilkan volume speaker rumah waletnya. Apabila larangan-larangan di atas dilanggar, maka yang bersangkutan akan diberi sanksi adat berupa hukuman 1 buah tajau (tempayan besar).
Di masa Pantang Pantiq itu pula, berlaku sanksi adat apabila ada pelanggaran; termasuk berlaku terhadap tokoh adat dan pemimpin kampung, bahkan terhadap pihak perusahaan yang beroperasi di wilayah Kampung Tanjung. Sanksi adat yang akan dikenakan kepada pelanggar Pantang Pantiq dimusyawarahkan bersama di Kampung Tanjung yang melibatkan para pengurus adat dari Desa Tanggerang dan Desa Teluk Runjai, Kecamatan Jelai Hulu, Kab. Ketapang. Semoga persatuan Masyarakat Adat terus bertahan, tidak hanya di saat situasi seperti ini.
Teks & Foto: Alexander Willis. Editor: R.Giring & Yeremias.