APA KATA PARA PIHAK PADA TALKSHOW PEMAJUAN KEBUDAYAAN KOMUNITAS ADAT LINGKAR TIONG KANDANG, KETEMENGGUNGAN TAE?

1.275 Views

Dalam kesempatan terpisan, Pak Ontot juga mengatakan, Komunitas Adat di lingkar Tiong Kandang harus menggali objek pemajuan kebudayaannya, lalu dipilih untuk diprioritaskan proses perlindungannya, pengembangannya, pemanfaatannya dan pemajuannya. “Pemda Kabupaten Sanggau tetap berkomitemen melindungi, mengembangkan, memanfaatkan dan memajukan objek pemajuan kebudayaan komunitas adat di lingkar Tiong Kandang agar bisa berkontribusi pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan warga, terlebih hal ini dimandatkan Perda No. 6/2019 tentang Pemajuan Kebudayaan. Untuk itu, semua upaya ini tadi idealnya didukung oleh lintas kementerian/lembaga hingga OPD terkait, misalnya infrastruktur jalan, jembatan, penerangan, fasilitas komunikasi dan informasi perlu kita siapkan,” pungkas Pak Ontot.

Dalam kesempatan talkshow tersebut, Noer Fauzi Rachman, yang pernah menjabat Kepala Kantor Staf Presiden pada Pemerintahan Jokowi-JK (2014-2019), mengapresiasi Ibu Sri Wahyu Febrianti Firman yang menyadari kekeliruan pemerintah di masa lampau khususnya tentang dampak UU Nomor 5/1979. ”Bagus jika Ibu Sri yang dari KEMENDAGRI tadi telah mengakui kekeliruan pemerintah di masa lalu. Nah, UU Nomor 6 /2014 tentang Desa membuka peluang adanya Desa Adat. Saya menganjurkan agar komunitas adat di lingkar Tiong Kandang membuat sanggar-sanggar sebagai sarana kaum muda untuk menerima pewarisan pengetahuan dan teknologi dari generasi tua. Konsekwensi diberinya SK penetapan Hutan Adat Ketemenggungan Tae berarti bahwa Masyarakat Adat Ketemenggungan Tae mesti menunjukkan teladan kepada komunitas adat lainnya di lingkar Tiong Kandang ini. Sekarang ini pengetahuan dan teknologi lokal hanyalah tinggal sisa-sisa dan itu pun adanya di orang-orang tua. Ilmu-ilmu kampung (pengetahuan dan teknologi lokal: Red) itu mesti segera diselamatkan dan diwariskan kepada generasi muda. Untuk itu 5 aspek yang mesti tersedia agar penyelamatan dan pewarisan bisa terjadi yakni model pendidikan pulang, data potensi, keberadaan sanggar, dukungan pemerintah dan kelembagaan ekonomi,” ujar Noer Fauzi.

Mewakili Bupati Landak, Lodeni, S.Pd., M.Si, Kepala Bidang SMP dari DISDIKBUD Kabupaten Landak, Pak Beda, menyampaikan pemaparannya terkait upaya Pemda Kabupaten Landak dalam pelestarian kebudayaan komunitas adat di lingkar Tiong Kandang. Menurutnya, pihaknya saat ini sedang menyiapkan Peraturan Daerah tentang Pelestarian Kebudayaan dan prosesnya juga akan dilakukan dengan studi banding ke Kabupaten Sanggau. “Kami menyelenggarakan naik dango di Sangku (Kampung di lingkar Tiong Kandang: Red) pada April setiap tahun selama 3 hari. Saat ini kami melalui DPRD Kabupaten Landak sedang menyiapkan dan merancang Perda Pelestarian Kebudayaan. Untuk proses menuju penetapan Perdanya nanti kami akan melakukan studi banding ke Kabupaten Sanggau,” pungkas Lodeni.

Pemberdayaan Holistik

Kemudian, berkaitan dengan pengalaman pendampingan Masyarakat Hukum Adat Ketemenggungan Tae, dalam talkshow tersebut, Krissusandi Gunui’, Direktur Institut Dayakologi menyampaikan bahwa untuk sampai pada status legal formal Masyarakat Hukum Adat Ketemenggungan Tae dan penetapan Hutan Adat membutuhkan dukungan sumber daya, waktu dan proses yang panjang. Institut Dayakologi, memainkan peran sebagai pendamping dan mengorganisasikan para pihak yang mendukung proses pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat hingga penetapan Hutan Adat Ketemenggungan Tae. Menurutnya, itu dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan holistik. “Institut Dayakologi bersama Pemda Kabupaten Sanggau dan lembaga-lembaga anggota Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih, serta para pihak, selalu berusaha berkolaborasi dalam berbagai upaya advokasi kebudayaan komunitas adat di lingkar Tiong Kandang, khususnya Ketemenggungan Tae,” ujar Gunui’.

Ia menambahkan, pendekatan pemberdayaan holistik diterapkan sejak awal saat pendampingan Kampung Bangkan, sekitar tahun 2011-2012 hingga September 2018, Pemerintah Kab. Sanggau menetapkan Masyarakat Hukum Adat Ketemenggungan Tae, diikuti SK Penetapan Hutan Adatnya dari Menteri LHK. Saat ini ada 200-an warga kita (warga Ketemenggungan Tae: Red) yang telah bergabung menjadi anggota CU Gerakan Konsepsi Filosofi Petani (CU FPPK). “Dari aspek pemberdayaan sosial ekonomi, warga yang bergabung dalam keanggotaan CU Gerakan ini, memperkuat watak kooperasi dan nilai gotong royongnya untuk masa depannya, kesejahteraan ekonomi sosial secara berkelanjutan. Selain itu, upaya pewarisan kebudayaan di Ketemenggungan Tae dilakukan melalui strategi pendidikan muatan lokal budaya bagi pelajar sekolah dasar. Dengan keterbatasannya, tentu saja ini membutuhkan dukungan dari para pihak terkait,” jelas Gunui’.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *