Pembangunan=Pengorbanan?


Daftar korban pembangunan semakin lengkap karena rakyat urung menikmati pajak dari perusahaan. Tak sedikit usahawan yang berijin resmi itu mangkir dari kewajiban membayar pajak. Di luar itu, ditengarai tidak sedikit perusahaan yang beraktivitas di luar prosedur. Tak semua aturan dan prosedur terkait perijinan ditaati oleh seluruh pemegang ijin. Lebih dari itu, ada di antaranya yang melanggar hak-hak hidup manusia. Organisasi JATAM, Kaltim menyatakan per 2011-2014 telah terjadi korban nyawa 11 anak- anak akibat kegiatan perusahaan pertambangan di Kaltim. Di manakah keadilan dan penegakan hukum itu? (baca halaman Kalimantan Utama).
Hak rakyat pun dirampas karena praktik korupsi dana uang Negara untuk proyek pembangunan infrastruktur umum yang seharusnya digunakan sesuai standar. Padahal tak sedikit dari proyek tersebut sumber dananya dari utang luar negeri. Menurut data per Juli 2014, seperti dilansir Bank Indonesia tercatat utang luar negeri Indonesia menembus US$ 290,6 milyar (setara dengan Rp3.501,2 trilyun).
Inilah situasi kita selama ini. Pembangunan beda-beda tipis dengan pengorbanan. Katanya pembangunan berkelanjutan. Berkelanjutan apanya? Apakah dampak-dampak negatifnya terhadap manusia dan lingkungan?
Tahun 2015 ini, kita resmi memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Negara kita harus membuka akses masuk-keluar orang & barang seluas-luasnya. Penduduk kita terbanyak se ASEAN. Pasti sudah dilirik Negara tetangga. Ini menantang potensi ekspor kita, tapi juga bisa meningkatkan ketergantungan kita pada kekuatan impor asing. Apalagi produk-produk luar negeri harganya seringkali bisa lebih murah dari harga produk lokal. Di era MEA nanti, dalam semangat persaingan pasar, bagaimana kah wajah pembangunan kita? Saya kira, bila sebuah program pembangunan mendatangkan banyak masalah, lantas mengapa harus tetap diteruskan? Janganlah pembangunan itu seperti hantu, menakutkan. Semoga tidak semakin banyak rakyat di negeri ini merasa demikian sehingga tak perlu ikut sedih seperti Majang Kandoi. Hmm… kita sudahi dulu gerundelan ini, ya! Dasar kabar burung, eh, suara burung. [manukkitow-kr215].