Pembangunan=Pengorbanan?
“Saya kira, bila sebuah program pembangunan mendatangkan banyak masalah, lantas mengapa harus tetap diteruskan? Janganlah pembangunan itu seperti hantu, menakutkan”.
Majang Kandoi terharu sedih setelah mendengar cerita getir beberapa perempuan dewasa dari Kab. Ketapang, dan peristiwa tanah longsor di lokasi tambang rakyat di Bengkayang dan Singkawang yang menelan banyak korban jiwa baru-baru ini. Dalam satu artikel yang dibacakan di forum UNESCO dan UNDP pada 6 Agustus 1998, di Jakarta, Djuweng menghantarnya dengan kisah nyata para perempuan dewasa itu. “Mereka sedang menangkap ikan di sebuah sungai di tengah kebun sawit. Tiba-tiba seorang satpam mendatangi mereka lalu membentak dengan garangnya. Tumpahkan ikan-ikan itu ke sungai! Kalian tidak punya hak untuk menangkap ikan di sini. Sungai ini bukan lagi milik kalian. Sungai ini milik perusahaan. Para perempuan itu menumpahkan ikan hasil tangkapan mereka. Sambil menahan kepiluan yang memukul-mukul dada, mereka pulang ke rumah masing-masing dalam kebisuan,” tulisnya. Setelah perusahaan sawit datang, akses warga kampung terhadap sumber daya alam sekitar pun hilang. 16 Januari 2015, 8 orang tewas akibat tanah longsor di lokasi tambang rakyat di Kec. Monterado, Kab. Bengkayang. Sebelumnya, di Kec. Singkawang Selatan, 4 Oktober 2014 lalu, 20 jiwa melayang karena tertimbun tanah longsor di lokasi penambangan emas. Apakah nasib apes korban tewas itu murni karena ulah mereka sendiri, ataukah juga ada unsur kelalaian pihak-pihak terkait?
Atas nama pembangunan nasional, tak sedikit rakyat, baik individu dan komunitas lokal terpaksa mengorbankan tanahnya diserobot oleh perusahaan yang mengantongi ijin Pemerintah. Meski janji-janji terlanjur telah diobral dan perusahaan terus beroperasi, tetap saja sebagian besar warga setempat tidak mendapatkan apa-apa. Kecuali debu-debu dan lumpur jalan perusahaan. Dalam perspektif pembangunan, kegiatan perusahaan yang melakukan pembersihan lahan, penebangan hutan hingga mengeruk isi perut bumi diasosiasikan sebagai program pembangunan. Tak sedikit pengalaman hadirnya program pembangunan itu tidak saja telah memperkaya segelintir warga, namun juga telah mengubah sebagian besar warga hingga menderita dan semakin miskin. Mereka yang jadi mafia tanah dan mendukung perusahaan dapat untung.
Sedangkan sekelompok warga yang kehilangan tanah, kebun dan lahan kelolanya semakin miskin. Jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar… arus perubahan pun semakin kencang.