SUKU DAYAK DAN PEMBANGUNAN DI PERBATASAN BENGKAYANG-MALAYSIA
Penulis: Manuk Kitow & R. Giring | Foto: Panitia Seminar Nasional JKAI ke-15 | Editor: R. Giring
Pontianak, KR–Selasa (12/11/2019) di Gedung Konferensi Universitas Tanjungpura, Pontianak, R. Giring, peneliti Institut Dayakologi memberikan pembekalan kepada kerabat antropologi dari Universitas Andalas, Unversitas Papua, Universitas Sumatra Utara, Universitas Cendrawasih, Universitas Tadulako, Universitas Hasanudin, Universitas Udayana dan Universitas Tanjungpura. Para mahasiswa tersebut akan live in di Jagoi Babang, Kec. perbatasan dengan negeri jiran.
Dia memaparkan bahwa sebagai kab. Perbatasan, Bengkayang memiliki nilai strategis bagi negara bangga Indonesia. Orang Dayak perbatasan tak bisa diabaikan karena mereka berjasa untuk bangsa ini. Mereka aktif membatu tentara nasional di masa operasi militer saat memerangi PGRS/PARAKU tahun 1967.
“Sumber daya alam yang sejak awal mereka kuasai telah dieksploitasi bertubi-tubi, mulai dari PT. Yamaker yang mengantongi izin konsesi HPH pada 1967 hingga oleh perusahaan kelapa sawit sejak tahun 2004 sampai sekarang yang terus meninggalkan persoalan sengketa tenurial,”ujar Giring.
Ia menambahkan, pembangunan yang berawal dengan pendekatan keamanan tersebut kemudian bergeser pada pendekatan ekonomi, namun tidak banyak membawa perubahan positif bagi masyarakat Dayak yang masih banyak menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam dan hutan.