Menyoal Administrasi Pertanahan
Peluang dan Tantangan dalam Peraturan Bersama Menteri terkait Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan
AGUSTINUS
“Jangankan untuk membuat sertifikat tanah, mendirikan rumah sekolah saja kami dilarang. Kata orang di kecamatan, lahan kebun karet, rumah kami dan lahan tempat be-umo adalah kawasan hutan dan hutan lindung,” kata seorang Bapak di pedalaman Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
Konflik penguasaan tanah di dalam kawasan hutan, tidak hanya melibatkan masyarakat dengan perusahaan tapi juga pemerintah. Pemerintah melalui kebijakan tata ruang secara sepihak menentukan suatu kawasan untuk apa saja. Hak-hak turun-temurun masyarakat atas tanah dan sumber daya hutan/alam diabaikan, ditetapkan untuk ijin-ijin investasi. Terjadilah tumpang-tindih dan klaim penguasaan tanah di dalam kawasan hutan. Setidaknya ada 4 (empat) hal penyebab tumpang-tindih itu, yakni; pertama, bahwa penguasaan tanah itu sudah ada mendahului penunjukan kawasan hutan, seperti pada masyarakat adat menguasai tanah sebelum negara ini terbentuk. Kedua, pengukuhan kawasan hutan tidak transparan dan tidak tuntas. Ketiga, penunjukan kawasan sebagai tahap awal pembentukan kawasan hutan dilakukan tanpa pemberitahuan kepada masyarakat dan tanpa didasari oleh data akurat tentang penguasaan, penggunaan tanah dan kondisi bio- fisik lahan. Dan keempat, bahwa batas kawasan hutan dengan bukan kawasan hutan di lapangan tidak jelas (Epistema Institute: Policy brief, Vol. 04/2014).
Selain itu, ada salah kaprah terhadap kawasan hutan oleh sebagian pihak, di mana penguasaan tanah dalam kawasan hutan itu dilarang. Kawasan hutan diartikan sebagai hutan negara yang di atasnya tidak ada penguasaan tanah oleh warga negara, termasuk oleh instansi pemerintah di luar Kemenhut. Ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah yang melarang pemberian hak atas tanah pada kawasan hutan. Salah kaprah memahami dan memandang kawasan hutan adalah hutan negara, sebenarnya didasarkan pada UU Kehutanan No. 5 Tahun 1967, yang menyatakan bahwa “hutan negara adalah kawasan hutan dan hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik” (Myrna A. Safitri; Polisi brief, Vol. 04/2014, Epistema Institute).
Dualisme