Menelusuri Jejak Dayak Dsa a la Sekolah Pemberdayaan Masyarakat Adat


Penulis: Manuk Kitow & Okta | Foto: Okta | Editor: Krissusandi Gunui’ & Giring
Tapang Sambas-Tapang Kemayau, KR—Belum lama ini, Kamis (4/5/2023), warga Dayak Dsa di Desa Tapang Semadak, Kec. Sekadau Hilir berkumpul di Balai Dusun Tapang Kemayau. Ada sekitar 30-an orang berkumpul dan berdiskusi kala itu.
Topiknya adalah tentang sejarah asal-usul orang Dayak Dsa. Dayak Dsa (terdapat bunyi [e] di antara konsonan [d] dan [s] pada kata Dsa dilafalkan seperti bunyi [e] pada kata elang). Di antara yang hadir adalah tokoh adat, tokoh pemerintah desa, perwakilan perempuan dan pemuda.
Pertemuan seperti itu jarang sekali. Kesibukan dengan \pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga telah mengurangi kesempatan untuk berkumpul. Orang bersaing berlomba-lomba bekerja sepanjang hari demi kejayaan ekonomi keluarga.
Temenggung Tapang Semadak, Cornelius Liyon menyayangkan keadaan tersebut. Menurutnya dewasa ini jarang warga mau mengikuti pertemuan seperti ini karena setiap orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
baca juga: Bekumpang, Pusaka Warisan Adat Dayak Dêsa, Turut Tangkal Wabah Global Korona
“Antar-tetangga yang masih bersaudara pun jarang berjumpa seperti ini. Tradisi “beduruk” kerja sama bergulir dan royong pun sudah mulai jarang-jarang dilakukan. Bahkan diundang secara resmi pun belum tentu bisa hadir semua. Sekarang ini sudah jauh berbeda dengan dua puluh tahun lalu. Kebersamaan yang dulu kuat kini perlahan-lahan semakin memudar,” ungkap Temenggung.
Dia meminta agar semua yang hadir bisa menyampaikan pendapatnya dan bisa saling belajar. Orang tua juga jangan ragu-ragu membagi pengetahuannya. “Terima kasih atas kehadiran kita semua di Balai Dusun Tapang Kemayau ini,” ucap Temenggung dalam sambutannya.
Peserta FGD sepakat bahwa kondisi tersebut merupakan tantangan yang dihadapi masyarakat Dayak Dsa sekarang. Dalam kondisi tersebut, maka hampir dapat dipastikan proses pewarisan sejarah asal-usul atau kebudayaan kepada generasi muda tidak bisa terjadi secara optimal.
Faktor gaya hidup ditambah semakin tingginya biaya hidup saat ini telah menggeser budaya kerja sama ke persaingan dan individualisme. Kecenderungan bersaing di antara warga semakin kentara di era sekarang.
Semakin bergesernya budaya kerja sama dan berkembangnyan individualisme tersebut dibenarkan Kadat Tapang Sambas, Rano dan Kadat Tapang Kemayau yaitu Anyi. Keduanya mengkawatirkan fenomena itu dan berharap bisa menemukan cara untuk kembali memperkuat budaya kerja sama di kalangan masyarakat Dayak Dsa, khususnya lagi di Tapang Sambas Tapang Kemayau, Desa Tapang Semadak.
Tak heran apabila warga yang hadir sangat antusias mengikuti pertemuan non-formal malam itu. “Malam ini adalah pertemuan lanjutan dari pertemuan pertama pada Maret 2023 yang lalu. Topik diskusi terarah malam itu adalah tentang sejarah asal-usul Dayak Dsa,” papar Direktur Institut Dayakologi, Krissusandi Gunui’.
Menurut Gunui’, sejarah asal-usul orang Dayak Dsa adalah salah satu topik yang diusulkan seluruh peserta dalam pertemuan sebelumnya kepada Sekolah Pemberdayaan Masyarakat Adat (SPMAD) Institut Dayakologi. Sejarah asal-usul perlu dipahami karena merupakan bagian penting dari topik tentang identitas masyarakat adat.
