LUSIANUS EDAR Pejuang dari Sungai Garung
”Manusia bisa beranak, tetapi tanah tidak. Tanah tidak bisa bertambah. Tetapi bila tanah diambil perusahaan, dimana masyarakat akan hidup?”
Kalimat tersebut terucap dari mulut Lusianus Edar (49), mengisahkan pilihan sikap bersama warga dalam memperjuangkan hak atas wilayah kelola mereka. Pria asal kampung Sungai Garuk (Sungai Garung), Dusun Gurung Permai, Desa Gurung Sengiang, Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang ini hanyalah warga biasa. Ia seorang petani yang menggeluti sejumlah kegiatan sebagaimana layaknya warga kampung lain. Berladang, menoreh getah, mencari sumber hidup untuk kebutuhan keluarga dari hutan dan sejumlah kegiatan lainnya.
Sosok pria ini tegas dan berbeda dengan warga kebanyakan khususnya dalam hal menyikapi kebijakan PSDA melalui pembukaan lahan skala besar. Menurut ayah dari Juang (19), Rena (17), Remina (16) dan Resita (6), tanah beserta sumber daya alam yang ada di daerah mereka merupakan sumber hidup masyarakat untuk saat ini dan masa depan. Karenanya tidak boleh diambil maupun dirusak oleh pihak luar. ”Bila tidak ada tanah, hutan dan air, maka masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah bisa mati kelaparan,” tandasnya.
Pilihan sikap dan perjuangan pria yang hanya sempat mengenyam pendidikan hingga kelas 5 SD ini bukan tanpa halangan. Bersama warganya, ia tidak menginginkan kekayaan alam di kampungnya dirusak. Mereka menolak kehadiran perkebunan kelapa sawit PT. Sumber Hasil Prima (SHP) dan PT. Sinar Sawit Andalan (SSA) yang akan masuk di wilayah Desa mereka (Gurung Sengiang). Namun demikian, usaha ini belum berhasil. Pihak perusahaan dengan dukungan Pemerintah Desa berhasil memuluskan usahanya dengan membuka areal perkebunan pada sejumlah wilayah dusun di desa Gurung Sengiang.