Lemahnya Peran Pemerintah dalam Penyelesaian Persoalan Plasma PBS di Kalimantan Tengah
Oleh YLBHI – LBH Kalimantan Tengah
Hari Tani Nasional (HTN) merupakan sebuah momen penting. Kini HTN menjadi sebuah “seremoni” berskala Nasional setiap tahunnya. Sabtu (24/9/2022) di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, dalam rangka HTN diperingati perjuangan para petani untuk membebaskan diri dari belenggu monopoli tanah, baik dilakukan oleh Negara, Korporasi dan segelintir orang.
Momen tersebut diperingati juga sebagai hari lahir UUPA Nomor 5 Tahun 1960 sebagai pengganti undang-undang penguasan tanah milik penjajah.
Berdasarkan assessment singkat di lapangan, di Kalimantan Tengah, persoalan Petani hari ini terdiri dari 3 (tiga) pokok persoalan utama, sarana, akses dan regulasi. Pertama mengenai sarana, maksud sarana di sini adalah tanah ataupun lahan di Kalimantan Tengah yang semakin hari semakin sempit bahkan mendekati tanpa tanah garapan bagi Petani.
Hal tersebut disebabkan tanah-tanah garapan rakyat Kalimantan Tengah dirampas oleh Negara atas nama pembangunan (Baca: Untuk Investasi Industri Ekstraktif dan Program Food Estate). Seperti yang dialami oleh warga Desa Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, setidaknya ada 4 warga Desa yang tanahnya dijadikan Program Food Estate dan 200 keluarga warga Desa Sepang Kota bernasib sama tanpa ada ganti rugi oleh Pemerintah (Panuntung Tarung, Edsi 9 Maret-April 2022, Borneo Institut, hlm. 21).
Kedua, persoalan akses yaitu berhubungan dengan Petani atau sering juga disebut lain sebagai Peladang Kalimantan Tengah yang tidak dapat mengelola lahannya dengan cara membakar, di mana telah dijalankan secara turun temurun lantaran takut dan bisa berujung kepada penjara. Catatan kami ditahun 2019, ada 32 kasus dengan 35 orang warga berstatus terdakwa karena membuka lahannya sendiri dengan cara membakar.