INSTITUT SEKOLAH ADAT
Di kalangan Masyarakat Adat (MA) Dayak Kalimantan Tengah (Kalteng) sekarang, kelembagaan Damang merupakan kelembagaan sentral. Kelem- bagaan sentral ini oleh Perda No.16 Tahun 2008 ditempatkan di bawah kendali penyelenggara Negara dan Dewan Adat Dayak (DAD) – sebuah lembaga baru dalam sejarah keada- tan Dayak Kalteng, tapi dalam praktik, bertindak seperti berada di atas lem- baga sentral adat tersebut. Sejumlah damang dan mantir di beberapa ka- bupaten Kalteng menyatakan bahwa keberadaan dan praktik DAD, jus- tru mengganggu pekerjaan peman- gku adat sentral itu. Para pemangku adat Dayak Tabalong Kalimantan Selatan (Kalsel) menyatakan bahwa DAD bukannya membela Masyarakat Adat Dayak Tabalong, tetapi bertindak dengan mengatasnamai Dayak guna meraup keuntungan dari perusahaan besar swasta buat kepentingan diri sendiri. Praktik demikian juga berlang- sung di Kalteng. Organisasi Dayak dijadikan bentuk usaha (bisnis) untuk meraup keuntungan finansial egoistik.
Selain merusak nama Dayak, praktik begini juga melemahkan Masyarakat Adat. Praktik begini memperlihatkan betapa virus “uang sang raja”, filosofi jalan pintas (instanisme) telah mer- asuk hingga ke kelembagaan adat Dayak. Organisasi Dayak dan kelem- bagaan adat Dayak dijadikan juga sebagai alat intimidasi dan pemerasan. Kalau Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) dengan DAD-nya mau berperan efektif dan nyata bagi perkem- bangan maju Masyarakat Adat Dayak, saya kira mengevaluasi pekerjaan dan memeriksa diri secara keras akan mempunyai manfaat bahkan merupakan suatu keniscayaan seperti yang dilakukan saban tahun oleh Gerakan Pemberdayaan Sosial Pancur Kasih dan Institut Dayakologi, Pontianak Ka- limantan Barat selama 30 tahun lebih keberadaannya.
Selain dijadikan kendaraan politik oleh penyelenggara Negara, dan di- jadikan alat berusaha untuk meraup keuntungan egoistik oleh pemangku organisasi Dayak, kelembagaan adat Dayak Kalteng makin diperle- mah lagi oleh sumber daya manusia kelembagaan adat. Tidak sedikit pemangku adat yang kemampuan baca- tulisnya pun pas-pasan. Pengetahuan mereka tentang adat, hukum adat, budaya Dayak, hukum formal sangat minim, kalau bukan tidak tahu apa pun. Hal ini disebabkan karena Perda No.16/2008 Tentang Kelembagaan Adat Dayak Kalimantan Tengah, memberikan kemungkinan orang-orang de- mikian menjadi pemangku adat.