GPPK dan sejumlah CSO terus Dorong Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat dan Wilayah Adat di Kabupaten Ketapang
Pendekatan Legislasi saja tidak Cukup, Perlu Persiapan Komunitas dan Dukungan Multistakeholders (Kriss Gunui’, Direktur Eksekutif ID)
Pontianak, KR
Dua puluhan pimpinan dan aktivis senior CSO dari konsorsium Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih, termasuk AMAN KalBar, WALHI KalBar dan AMA Jalai Kendawangan (AMA-JK) menggelar diskusi terfokus tentang percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dan wilayah adat di Kab. Ketapang. Diskusi tersebut menerapkan protokol kesehatan dan dilakukan di Jurung Institut Dayakologi, pada Jumat, 14 Agustus 2020.
Diskusi yang memadukan cara daring dan luring tersebut adalah: (1) mengupdate kesiapan di tingkat komunitas potensial untuk konsolidasi syarat pengajuan pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan wilayah adat, (2) mendiskusikan langkah strategis untuk mendesak percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dan wilayah adat di Kab. Ketapang ke pihak legislatif.
Direktur Eksekutif ID, Krissusandi Gunui’, dalam sambutannya mengatakan bahwa pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dan wilayah adat berpendekatan legislasi saja tidak cukup, perlu persiapan komunitas dan pelibatan multipihak dalam ruang stakeholders yang lebih luas. Kerja-kerja di tingkat komunitas memang sudah dan sedang terus berjalan sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah agar segera menetapkan peraturan daerah perlindungan dan pengakuan Masyarakat Hukum Adat. “Pemda Ketapang, dalam hal ini perlu didesak agar segera mengesahkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, walaupun regulasi bukan satu-satunya alat pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dan wilayah adat. Perlu persiapan di tingkat komunitas yang potensial, “ujarnya menambahkan.
Sementara Maskendari, tokoh pemuda Kabupaten Ketapang, anggota DPRD Provinsi Kalbar periode 2014-2019 saat menjadi pemantik diskusi tersebut mengatakan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan wilayah adat di Kab. Ketapang sangat urgen untuk menyelamatkan sisa-sia sumber daya lokal di komunitas dari perusakan akibat dampak ekspansi investasi di wilayah masyarakat hukum adat. “Saya telah meminta update dari Ketua Pansus Perda PPMHA Kab. Ketapang, bahwa pembahasan lanjutan hingga pengesahan akan dilakukan lagi pada September 2020 ini. Sebelumnya sempat ada pembahasan pada Februari 2020 lalu, tapi kemudian pandemi Covid-19 mulai meluas sejak Maret 2020 lalu,”ujarnya mengutip Ignasius Irawan, Ketua Pansus Perda PPMHA Kab. Ketapang.
AMAN Kalbar melalui Dominikus Uyub, Ketua BPH, juga menegaskan bahwa untuk mempercepat perlindungan masyarakat Adat, Perda Pengakuan dan perlindungan MHA menjadi salah satu pendukung utama, sehingga perlu terus dikawal dan didorong dengan berbagai pendekatan taktis dan stretagis. Hal senada diungkapkan Ansilla Twiseda Mecer, Direktur Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih, yang juga anggota Konsorsium Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih, yang turut mendorong Perda PPMHA di Kabupaten Ketapang, mengatakan tentang pentingnya pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dan wilayah adat di Kab. Ketapang karena kekayaan khazanah kearifan lokal di daerah ini semakin sedikit. Masyarakat adat harus diapresiasi karena telah memelihara kelestarian lingkungan meskipun mereka juga tergantung pada hutan dan sumberdaya alam,”katanya.
Strategi Juluk Jukar