Gebrakan Perempuan Adat Kalimantan: Catatan dari Semiloka Perempuan Adat
Penulis: Petronela Ellen | Foto: Panitia | Editor: R. Giring
Pontianak, KR—Dua hari, tanggal 2 dan 3 Desember 2022, lima puluhan aktivis dan perwakilan pejabat pemerintah daerah serta 24 perempuan adat Kalimantan Barat menghadiri Pertemuan Jaringan Perempuan Adat Kalimantan. Para perempuan adat itu beradal dari 12 komunitas adat di 7 (tujuh) kabupaten di Kalbar, meliputi Kab. Sanggau, Ketapang, Landak, Melawi, Sintang, Bengkayang dan Sekadau.
Perempuan Adat, Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
Hari pertama acara diisi seminar mengusung tema “Peran Perempuan Adat dalam Pengelolaan Hutan secara Adil dan Berkelanjutan sebagai Upaya Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim” yang dilaksanakan di Hotel My Home, Pontianak.
Inisiatif pertemuan jaringan perempuan adat ini merupakan gebrakan perempuan adat yang digerakkan Divisi Pusat Pendidikan dan Advoksi Perempuan Adat Kalimantan dari Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK), berkolaborasi dengan lembaga pendamping seperti Institut Dayakologi, LBBT, PPSDAK-Pancur Kasih dan Walhi Kalbar, CU CA dan Sekretariat GPPK.
Berbagai gagasan pada seminar itu dijadikan bahan lokakarya Jaringan Perempuan Adat Kalimantan. Turut menghadiri seminar tersebut para perwakilan CSO di Kalbar. Di antaranya PPSW Kalbar, Gemawan, Jari Borneo, AMAN Kalbar, Sampan Kalimantan, Yayasan PEKKA.
Selain itu juga perwakilan media dan akademisi serta instansi terkait seperti perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalbar, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota di wilayah Kalimantan Barat.
Ahli Muda Sub. Koordinator Bidang Rehabilitasi Pemberdayaan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, Zharifah Eliyana, S.Hut, M.Md, menjadi narasumber untuk topik “Kebijakan Sektor Kehutanan dalam Mendorong Pelibatan Perempuan Sebagai Upaya Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim”. Dia mengajak perempuan adat meningkatkan partisipasinya dalam Program PS. “Kalbar mencanangkan 1 juta hektar peruntukan wilayah untuk Program PS yang juga memberikan peluang pelibatan seluas-luasnya kepada perempuan adat,” pungkas Eliyana. Dia menambahkan tentu peran-peran lembaga pendamping maupun organisasi lokal dari kaum perempuan sangat diperlukan untuk menjamin keberhasilan Program PS.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Barat, Detelda Yeny menjadi narasumber topik “Peran Pemerintah dalam Mendukung CSO Mendorong Pemenuhan Hak atas Pendidikan Perempuan sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Perempuan di Komunitas Adat”.
Ketua YKSPK sekaligus inisiator Pusat Pendidikan dan Advokasi Perempuan Adat Kalimantan, Ansilla Twiseda Mecer menjadi narasumber topik “Pengalaman Pendampingan dan Advokasi Perempuan Adat melalui Strategi Kolaborasi CSO dan Sekolah Perempuan Adat di Enam Kabupaten di Kalimantan Barat”.
Tiga peserta Sekolah Perempuan Adat, masing-masing dari Organisasi Lokal Perempuan Adat dari Komunitas Adat Iban Sebaruk yakni Emilia Juidah (46), Zainab (48) dari Komunitas Adat Tae dan Magdalena Lianty (43) dari Komunitas Adat Krio, para aktivis perempuan dan perwakilan instansi pemerintah saling berinteraksi, bertukar pengalaman kegiatan organisasi lokal perempuan dalam seminar yang dimoderatori Eva Caroline itu.