Ayam Kampung Unggul Baru, Andalan Petani Pedesaan


Oleh: Gontom C. Kifli
Pusat Riset Ekonomi dan Perilaku Sirkuler Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) HP. 08125694081 | E-mail: keevle354@gmail.com
Ayam kampung sudah lama dan umum dikenal oleh masyarakat di Indonesia, khususnya masyarakat di daerah pedesaan. Ayam kampung berbeda dengan ayam broiler atau ayam putih atau dikenal juga dengan ayam potong yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat umum.
Ayam kampung memiliki beberapa keunggulan dalam cara pemeliharaan maupun rasa dagingnya. Pemeliharaan ayam kampung relatif lebih mudah apabila dibandingkan dengan ayam broiler. Ayam kampung tidak memerlukan makanan (pakan) khusus, pengaturan kandang khusus, pengawasan dan pemeliharaan khusus.
Rasa daging ayam kampung memiliki rasa yang lebih enak atau gurih dibandingkan ayam broiler. Namun demikian, terdapat kelemahan dari ayam kampung, yaitu masa pemeliharaan yang cukup lama untuk siap dijual dan dipotong, yaitu sekitar 20-22 minggu dan telur yang dihasilkan induknya sedikit dibandingkan ayam petelur atau layer, sehingga bila ditetaskan anaknya akan sedikit, sekitar 7-10 ekor dalam satu masa produksi bertelur atau kurang dari 100 butir/tahun.
Upaya mengurangi kelemahan dari ayam kampung tersebut dilakukan para peneliti dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Selama sepuluh tahun lebih atau enam generasi, penelitian dilakukan dengan cara memilih beberapa jenis ayam kampung dari berbagai daerah dari Provinsi Jawa Barat yaitu Cianjur, Depok, Majalengka, dan Bogor. Berbagai jenis ayam kampung itu dikondisikan supaya bisa kawin silang.
Masing-masing ayam kampung tersebut memiliki keunggulan, di antaranya ada ayam kampung yang cepat pertumbuhannya, banyak telurnya, tahan terhadap penyakit ayam, sehingga pada akhirnya dihasilkan jenis ayam kampung baru atau ayam KUB, yang memiliki keunggulan dibandingkan ayam kampung biasa dan ayam broiler.